Daerah

Kader PMII Harus Kaji Pemikiran Gus Dur Lebih Mendalam

NU Online  ·  Jumat, 21 Desember 2018 | 08:30 WIB

Pontianak, NU Online
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, Cabang Pontianak Raya menggelar haul ke-9 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang ke 9. Kegiatan bertemakan Refleksi Pemikiran Humanisme seorang Guru Bangsa  di Kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Kalimantan Barat, jalan Veteran,  Kamis (20/12).

Seperti pada tradisi, acara dibuka pembacaan Yasin dan tahlil bersama. Selanjutnya pelantunan shalawat yang dibawakan pemain hadrah yang berasal dari  Pesantren al-Mubarak. Tidak lupa karena merupakan haul Gus Dur Syiir Tanpa Waton dilantunkan kader PMII.

"Dari sekian buku atau karya Gus Dur, banyak memberikan ilmu atau nuansa pemahaman keagamaan yang luar biasa. Gus Dur dikenal sosok humanis yang melampaui  pemikiran lainnya, seperti pluralisme," kata pemateri pertama, Mahri. 

Ia mengatakan Gus Dur sosok peduli kemanusiaan atau humanisme Islam yang berlandaskan kekuatan Tuhan (tauhid) bukan ateis. Itulah yang disebut dengan humanisme berketuhanan. 

"Untuk mencapai kesejahteraan dengan meneladani Nabi akan mendapatkan status tinggi. Dalam realitanya, Gus Dur orang yang tidak memilih sehingga memuliakan semua. Usahanya menegakkan hak asasi manusia, juga menegakkan keadilan," imbuhnya.

Hasani dalam penjelasannya mengatakan bahwa Gus Dur adalah tokoh yang  berlatar belakang santri sehingga dalam dirinya terbentuk karakter kesantrian. Seperti lirik Syiir Tanpo Waton yang berbunyi ditirakati lan diriyadhahi, dzikir lan suluk jo nganti lali bahwa dalam menuntut ilmu perlu adanya tirakat.

"Yang hilang ketika nenuntut ilmu adalah hilangnya adab,” katanya. Adab bisa juga disebut dak'bun yang artinya tekun,  dabaun artinya merangkai. Yakni merajut adab sesuatu yang dirangkai menjadi indah, lanjutnya. 

Ilmu tidak hanya dipelajari unsur dlahirnya. Ilmu itu alat, ketika terbuka gerbang ilmu yang selanjutnya mengais sisi batin. “Ilmu dalam pesantren membentuk pemikiran Gus Dur,” katanya. 

Sedangkan Fauzi Muliji menganjurkan kepada kader yang berlatar belakang pesantren harus kaffah dalam ber-PMII. “Tampakkan kalau kader PMII sebagian adalah santri,” jelasnya.

Ia juga menjelaskan bahwa dalam mencari ilmu salah satu cara yang dilakukan adalah riyadhah atau tirakat seperti dengan puasa, wirid, dan sejenisnya. 

“Tantangan kader PMII ke depan adalah bagaimana membawa nilai pesantren ke dunia luar karena merupakan jati diri bangsa,” jelasnya.

Menurutnya, Gus Dur merupakan tokoh berpemikiran progresif. Sosoknya menginspirasi tokoh lain baik dalam dunia pendidikan, sosial, ekonomi dan lainnya. “Kita bisa mengkajinya sebagai lokomotif anak muda NU. Di PMII kita perlu mengkaji pemikiran Gus Dur secara lebih intensif,” jelasnya.

Di akhir penjelasan, ia mengajak aktivis PMII harus bisa mengembangkan pemikitan Gus Dur. “Yakni dengan membuka kajian Gus Dur serta meneladani intelektualnya,” pungkasnya. (Maulida/Ibnu Nawawi)