Daerah

Jurnalis Santri Harus Jadi Pembeda

Rab, 4 Maret 2020 | 04:00 WIB

Jurnalis Santri Harus Jadi Pembeda

Wakil Ketua PC GP Ansor Pamekasan, Hairul Anam saat memberikan materi di Diklat Jurnalis Santri, Selasa (3/3). (Foto: NU Online/Sulaiman)

Pamekasan, NU Online

Wakil Ketua Pimpinan Cabang (PC) Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, Hairul Anam menegaskan, jurnalis santri harus menjadi pembeda. Yaitu amar ma’ruf nahi munkar, memelihara persatuan, bukan malah menghancurkan perdamaian.

 

Menurutnya, kiprah jurnalis santri di dunia pers harus hadir sebagai pembeda, di tengah ragam adu domba yang dilakukan untuk merusak tatanan kesatuan bangsa. Jurnalis santri harus menyajikan berita yang faktual, berimbang dan tidak berpotensi jadi provokator.

 

“Kita harus menjadi perekat persatuan, dan tentu saja amar ma’ruf nahi munkar, " tegas Hairul Anam saat menjadi pemateri Teknik Reportase pada Diklat Jurnalis Santri (DJS) di aula PCNU Kabupaten Pamekasan, Jalan R Abd Aziz Nomor 95, Jungcangcang, Pamekasan, Selasa (3/3).

 

 

Jurnalis senior di Jawa Timur itu meminta agar jurnalis santri tidak tergerak untuk membuat dan menyebarkan berita palsu (hoaks). Selain memang tidak diperbolehkan dalam kode etik jurnalistik, hal tersebut juga bisa merusak perdamaian yang sudah diperjuangkan dengan mengorbankan darah dan nyawa para pahlawan bangsa.

 

"Tidak boleh ada sejarah yang mengatakan jurnalis santri membuat berita hoaks, karena itu bisa merusak perdamaian. Tidak boleh mau diperbudak oleh pihak manapun hanya untuk kepentingan pragmatis belaka. Setiap yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawabannya kelak," jelasnya.

 

Jurnalis juga harus hati-hati dalam mengolah hasil wawancara, tidak diperkenankan dilebihkan berdasarkan pada asumsi sendiri. Sebab bisa menjadikan isi berita yang disajikan melenceng dari fakta yang sebenarnya.

 

"Kebiasaan melanjutkan perkataan orang lain dengan kecenderungan menambahi, mengurangi, bahkan menggantinya berdasarkan persepsi sendiri bisa berakibat fatal. Ini salah satu penyebab munculnya berita yang dipelintir dan berita hoaks," papar mantan ketua LPM Fajar Institute Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Guluk-Guluk, Sumenep itu.

 

Dikatakannya, dalam setiap penggalian bahan berita, jurnalis santri tidak boleh menghilangkan identitas kesantriannya. Termasuk mengedepankan sopan santun dalam wawancara dengan narasumber.

 

"Adat kesantrian, seperti sopan santun dan menghargai siapapun yang menjadi lawan bicaranya itu juga ditanamkan dalam setiap melakukan liputan. Jangan sampai judes apalagi berlagak lebih hebat dari narasumber," pungkasnya.

 

Kontributor: Sulaiman

Editor: Aryudi AR