Daerah

Jaga Rasa Malu, Cegah Korupsi

Ahad, 9 Februari 2020 | 12:30 WIB

Jaga Rasa Malu, Cegah Korupsi

Ra Maltuful Anam, Ketua MDS Rijalul Ansor Kabupaten Pamekasan. (Foto: NU Online/Hairul Anam)

Jember, NU Online

Perilaku korup masih kerap menghiasi negeri ini, bahkan konon sudah mendarah daging. Meskipun KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) begitu gencar melakukan pencegahan dan penindakan, namun tindakan korupsi seolah tidak berkurang. Ironisnya, sebagian banyak pelaku korupsi beragama Islam. Mereka tidak punya malu, baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia.

 

"Dari sinilah, sebagai muslim, kita wajib memelihara sifat pemalu sebagaimana telah diajarkan oleh Rasulullah," tegas Ketua MDS Rijalul Ansor, Ra Maltuful Anam, saat ditemui NU Online di kantor GP Ansor, Jalan R Abd Aziz 95 Jungcangcang, Kabupaten Pamekasan, Ahad (9/2).

 

Menurut Ra Maltuf, sapaan akrabnya, Rasulullah sangat pemalu dan sangat santun. Sifat tersebut termasuk sifat khas para nabi dan termasuk di antara ajaran yang mereka serukan.

 

"Sebagaimana dijabarkan dalam kitab Syakhshiyyah ar-Rasùl, malu berarti meninggalkan sesuatu yang secara naluriah tidak disukai. Sifat ini berkaitan dengan kehalusan budi yang terpantul di wajah saat seseorang tergelincir mengerjakan sesuatu yang nista, atau lalai memenuhi apa yang seharusnya dikerjakan," ungkapnya.

 

Kata Ra Maltuf, jika saja para pejabat atau pemangku kebijakan di negeri ini menerapkan sifat pemalu ala Rasulullah, bisa dipastikan perilaku korup tidak akan merajalela seperti sekarang ini. Dikatakannya, dalam Thabaqàt Ubn Sa'd dijabarkan, Rasulullah lebih pemalu dibanding gadis pingitan. Jika tidak menyukai sesuatu, akan terlihat di wajahnya.

 

"Perilaku dan pergaulannya lemah lembut. Tak pernah berbicara tentang sesuatu yang tidak disukai lawan bicara. Beliau adalah seorang pemalu dan berjiwa mulia," ujarnya.

 

Ra Maltuf menegaskan, jika Rasulullah mendengar sesuatu yang tidak baik tentang seseorang dan bermaksud mencegahnya, beliau tidak menyebut namanya, tidak membeberkannya di tengah orang banyak, khawatir orang itu tersinggung.

 

"Yang terakhir tersebut sebagai pembelajaran kepada kita untuk tidak mudah menyalahkan, apalagi mengkafirkan orang yang secara nyata adalah sesama muslim. Jika sekiranya membuat orang lain tersinggung, tidak perlu diutarakan atau diviralkan," tukasnya.

 

Kontributor: Hairul Anam

Editor: Aryudi AR