Brebes, NU Online
Ketua Pengadilan Agama kelas I.A Kabupaten Brebes H Abdul Basyir menjelaskan, agar tercipta keluarga yang harmonis puasa harus dimaknai sebagaimana sebenarnya puasa, yakni pengendalian nafsu. Puasa jangan hanya sekadar menggugurkan kewajiban karena tidak ada artinya. Karena cuma meninggalkan makan dan minum dari terbit hingga terbenamnya matahari, tentu tidak bermakna.
“Puasa ibadah yang bersih, kalau puasa masih ngrasani, masih marah marah, gak ada artinya,” papar Kiai Basyir saat berbincang dengan NU Online di ruang kerjanya, Jumat (25/5).
Nabi bersabda, lanjut Kiai Basyir, Orang yang tidak bisa meninggalkan perkataan jelek, perkataan jorok, perkataaan yang tidak bermakna dan melakukan perbuatan seperti itu, padahal dia meninggalkan makan dan minum, Allah SWT tidak akan melihat apapun dari usaha meninggalkan makan dan minum itu.
Dalam artian, puasanya hanya meninggalkan lapar dan dahaga, tidak dapat pahala. Maka dalam berpuasa harus berhati hati. Dari situlah maka Allah berjanji bahwa berpuasa menjadikan manusia sehat. Sehat jasmani, sehat rohani, sehat pola pikir, sehat segala galanya.
“Dengan berpuasa, pasti akan sehat segala galanya dalam hidup dan kehidupan. Entah dia sebagai manusia, dia sebagai anggota masyarakat ataupun dengan alam sekitarnya sehat karena tidak saling menyakiti,” ucap Kiai Basyir.
Jangan sampai puasa bertengkar, masih korupsi, menganiaya, marah, suudzon. Suudzon aja pahalanya udah hilang. Dengan berpuasa tidak boleh dusta meskipun dusta tidak membatalkan puasa, tetapi menghancurkan pahala puasa. Semua itu berakibat puasa tidak ada artinya. Meskipun yang membatalkan puasa memasukan sesuatu ke lubang-lubang anggota tubuh.
Dengan berpuasa akan membentuk pribadi yang memiliki kejujuran, keshalehan, kebaikan, sehingga bisa menaikan derajat takwa. Berpuasa harus mampu menahan nafsu, menahan amarah, menahan emosi, sehingga diharapkan ada penyadaran diri. Dengan penyadaran diri, akan mengukur yang bersalah mengakui kesalahannya dan tidak akan mengkambinghitamkan sesuatu.
Perlu diingat, kata Kiai Basyir, walau pun Allah berjanji ketika datang bulan Ramadhan, dibukakan pintu surga dan ditutup pintu neraka serta dibelenggu setan, tapi Allah tidak mengikat nafsu.
"Ketika bulan Ramadhan, setan tidak mengganggu tapi hanya menggelitik saja, manusia hanya diganggu hawa nafsu. Selagi nafsu masih bercokol, masih menguasaui mnusia, maka kejahatan masih tampak dan terjadi di bulan Ramadhan," jelasnya.
Tidak dipungkiri, ketika Ramadhan masih masih banyak yang mencuri, membobol ATM, makan di jalanan, memeras, merampok dan perbuatan jahat lainnya, apalagi menjelang lebaran karena desakan ekonomi. Dari peran nafsu itu, meski bulan Ramadhan tetap saja ada yang melakukan pendaftaran perkara di Pengadilan Agama meskipun agak susut.
“Nafsu akan mengajak manusia untuk berbuat jelek, kecuali nafsu yang mutmainah,” tandasnya.
Orang akan dibagi dua yakni yang terjerumus dan yang selamat dari tipu daya nafsu. Nah, nafsu ini hanya bisa dikendalikan lewat puasa sebab nafsu timbul karena kekuatan makan dan minum.
"Akibat yang lebih dominan nafsu, maka Ramadhan tidak berpengaruh terhadap keutuhan keharmonisan berumah tangga. Bukti dari puasa tidak membekas, pada pasca lebaran pendaftaran perkara malah membludak. Sebagaimana pengalaman tahun lalu yang mendaftar perkara malah makin banyak, bahkan sehari bisa mencapai 150 perkara masuk," pungkas Kiai Basyir. (Wasdiun/Muiz)