Daerah

IPNU-IPPNU Kecamatan Banyuwangi Ngaji Fiqih Nifas

NU Online  ·  Kamis, 3 Agustus 2017 | 09:30 WIB

Banyuwangi, NU Online
Ragam cara dilakukan untuk memobilisasi pengurus dan anggota dalam sebuah bangunan organisasi. Mulai dari rekreasi sampai hal diskusi bersama. Pimpinan Anak Cabang Ikatan Pelajar NU (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri NU (IPPNU) Kecamatan Banyuwangi memilih untuk melakukan diskusi rutin setiap malam Rabu bertajuk “Pengajian Fiqih Wanita”.

Ketua PAC IPNU Banyuwangi M. Sholeh Kurniawan menjelaskan, kegiatan yang berlangsung di Mushala Kantor PCNU Banyuwangi, Banyuwangi, Jawa Timur, ini sangat penting dilakukan. Menurutnya, Pengajian Fiqih Wanita merupakan sarana untuk belajar dan terus mengasah wawasan secara rutin.

Dewasa ini, katanya, para anggota dan pengurus IPPNU mayoritas pernah mengalami menstruasi, bahkan ada juga pengurus yang sudah menikah dan pernah mengeluarkan nifas.

"Sehingga ini penting untuk diedukasi. Saya tak ingin mereka yang ikut aktif mengaji seperti orang awam lainnya. Pokoknya keluar darah langsung dihukumi haidl. Padahal tidak sesederhana itu," kata Sholeh, Selasa (1/8) malam.

Dalam pekan ini masih berlangsung pembahasan darah nifas. Hadir sebagai pemantik diskusi Ahmad Surur. Sebagai awalan Surur menjelaskan kondisi keluarnya darah nifas, mulai dari paling banyak, paling sedikit, sampai paling umum keluarnya darah setelah melahirkan ini.

"Kalau darah nifas keluar itu paling sedikitnya hanya sesekali, untuk paling umumnya sampai 40 hari. Adapun paling banyak keluarnya darah nifas sampai 60 hari," papar Surur. "Jika lebih dari 60 hari maka siklus darah seperti di atas dinamakan darah istihadlah alias darah penyakit."

Dalam kesempatan pengajian yang dihadiri langsung oleh Ketua PAC IPPNU Kecamatan Banyuwangi Fitriyah, Surur juga menambahkan, bagaiman status darah nifas ketika memiliki jeda mulai awal keluarnya sampai 15 hari.

"Misalnya darah nifas hanya terjadi 3 hari, selepas itu ada tenggat waktu selama 15 hari tidak keluar darah. Kemudian di hari ke-16 keluar darah lagi, maka status darah itu bukan lagi darah nifas melainkan itu darah haidl," terang kader NU yang masih menempuh jenjang pendidikan pesantren di Al-anwari sampai saat ini.

Dalam kesempatan yang sama, surur juga menegaskan hukum haram atas tindakan pencegahan suami terhadap istrinya untuk belajar tentang darah.

"Hukum haram ini berlaku ketika sang suami tidak mengetahui hukum darah kewanitaan. Maka suami diharamkan untuk mencegah istrinya ketika berkeinginan belajar darah kewanitaan," tegas Surur di hadapan puluhan kader-kader NU. (Red: Mahbib)