Daerah HARDIKNAS

IPNU-IPPNU Jepara Bedah Buku “Pelajar dalam Bahaya”

Jum, 3 Mei 2013 | 08:27 WIB

Jepara, NU Online
Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), 2 Mei Pimpinan Cabang (PC) IPNU-IPPNU kabupaten Jepara menggelar bedah buku “Pelajar dalam Bahaya” karya M Saekan Muchith, berlangsung di Pendopo kabupaten Jepara, Kamis (2/5) pagi. 
<>
Kegiatan yang diikuti 130an peserta dari pelajar MTs/ MA sederajat, Pimpinan Komisariat, Ranting dan Anak Cabang dihadiri langsung penulis buku dan pembedah Zakariya Anshori (Pembina IPNU Jepara). 

Hadir pula dalam bedah buku KH Asyhari Syamsuri (Ketua PCNU), H Sholih (Sekda Jepara), Agus Nur Slamet perwakilan Disdikpora, Nur Zahid perwakilan LP Ma’arif NU dan Zainuri perwakilan Kemenag Jepara. 

Ketua PC IPNU Jepara, Chusni Maulana mengatakan kegiatan untuk mengembangkan kapasitas diri masing-masing maupun lembaga. Pelajar menurutnya, harus mengembangkan kapasitas diri agar menjadi siswa yang berbobot. Meski demikian, pelajar juga memiliki tugas berat karena merupakan masa-masa peralihan anak-anak menuju dewasa.

“Perlu hati-hati dalam bergaul agar tidak terjerumus kepada hal yang negatif. Namun jika pelajar terhindar dari efek negatif merupakan sebuah keberhasilan seorang remaja,” katanya.

Penulis buku, M Saekan Muchith menyatakan karya yang ia tulis Muhammad Mustaqim merupakan hasil survei dilakukan di Kudus kepada sekitar 2000 pelajar tahun 2011 dan 2012.

Hasil survei tahun 2011 dikemukakannya 812 pelajar setuju dengan sistem Negara Islam.  Dijelaskan Saekan bahwa ratusan responden menganggap negara Islam merupakan sistem kenegaraan yang paling ideal. 

Padahal menurut Dosen STAIN Kudus itu di dalam Al-Qur’an belum pernah disebut anjuran untuk mendirikan negara Islam. 

“Yang ada itu anjuran untuk membentuk negara yang maju dan modern. Ato menjalankan tatanan Islam bagi penganutnya bukan mendirikan negara Islam,” terangnya. 

Survei berikutnya tahun 2012 tentang problematika pelajar SMA sederajat yang menemukan hasil yang paling mencengangkan siswa sekitar 69% suka melaporkan guru ke polisi. 

Berdasar survei itu, Sekretaris Majelis Alumni IPNU Jateng menganggap bahaya yang sedang merongrong pelajar karena kurangnya bimbingan, pembinaan dan pengarahan dari guru maupun orang tua. Jika hal itu terus dilakukan lanjutnya akan membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. 

Zakariya Anshori selaku pembedah buku menyatakan prihatin dengan data siswa yang setuju dengan negara Islam Indonesia (NII). 

“Jika rata-rata responden merupakan sekolah berbasis NU maka ada yang perlu dibenahi terkait pemahaman Aswaja maupun pola kaderisasi pelajar di sekolah masing-masing,” harapnya. 

Keprihatian lain, juga dipaparkan Yank, sapaan akrabnya terkait mempolisikan guru saat guru diduga bersalah. Karenanya, ia mengajak lembaga terkait di Jepara juga melakukan penelitian yang serupa agar nantinya diketahui hasil penelitian menunjukkan hal yang sama atau berbeda. 


Redaktur   : Mukafi Niam
Kontributor: Syaiful Mustaqim