Daerah

Instansi Pendidikan Islam Diharapkan Beri Contoh Bermedsos Santun

Jum, 11 Juni 2021 | 01:30 WIB

Instansi Pendidikan Islam Diharapkan Beri Contoh Bermedsos Santun

Ilustrasi: memperbaiki cara bermedia sosial masyarakat Indonesia akan lebih bagus dimulai dari instansi pendidikan.

Jombang, NU Online

​​​​​​​Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) Kabupaten Jombang KH Ahmad Kanzul Fikri mengajak lembaga pendidikan Islam menjadi contoh bermedia sosial yang baik dan tidak barbar. 

 

Pesan ini disampaikannya dalam rangka memperingati Hari Media Sosial 10 Juni.

 

"Saya mengajak lembaga pendidikan Islam harus memiliki medsos yang dikelola secara interaktif dan komunikatif. Sebarkan konten dakwah dan menghibur, sehingga bisa dicontoh masyarakat bagaimana bermedia sosial yang baik," katanya saat ditemui di Pesantren Al-Aqobah Diwek Jombang, Kamis (10/6).

 

Dikatakannya, memperbaiki cara bermediasosial masyarakat Indonesia akan lebih bagus dimulai dari instansi pendidikan. Sebagai wadah keilmuan, lembaga pendidikan membentuk pola pikir dan cara komunikasi.

 

"Instansi pendidikan memberikan penyuluhan yang positif terkait manfaat medsos dan memberi manajemen peraturan yang tepat. Jika bisa mengubah anaknya maka sedikit banyak akan memengaruhi orang tuanya," jelasnya.

 

Menurutnya, pada tahun 2014 para pengguna media sosial di Indonesia banyak yang menyebar hoaks, menggiring opini, dan menyebarkan fitnah. Akibatnya, terjadi kerusuhan dan perpecahan di masyarakat.

 

Polarisasi akibat politik juga terjadi pada Pilkada DKI Jakarta dan Pilpres 2019. Parahnya, keramaian itu masih dirasakan hingga hari ini, berakibat mendalamnya kebencian terhadap sesama masyarakat Indonesia.

 

"Seharusnya media sosial dijadikan wasilah mencari ilmu serta menambah wawasan. Bukan malah sebar hoaks. Sebab, medsos bisa menjadi sarana syiar Islam serta menyebar luaskan faham Islam Aswaja, Islam yang moderat," imbuh alumni Universitas Islam Malang ini.

 

Pria yang akrab disapa Gus Fikri ini juga berharap lembaga pendidikan Islam bisa menarik minat generasi milenial untuk belajar di pesantren lewat media sosial.

 

"Lembaga pendidikan Islam sudah saatnya membekali para santri untuk mempunya skill digital sesuai zamannya. Nanti arahkan mereka jadi agent of change dalam bermedsos," pinta Gus Fikri.

 

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri Rekian menambahkan perlunya ada regulasi yang jelas terkait penyebar kabar hoaks.

 

Namun, ia menggarisbawahi bahwa regulasi itu tidak menghilangkan kebebasan berpendapat dan dijadikan alat politik menyerang insan pers dan masyarakat.

 

"Ada aturan baru di Indonesia, tapi jangan sampai menghanguskan kebebasan berpendapat," tegasnya.

 

Berdasarkan catatannya, merujuk data Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, selama pandemi ditemukan 554 informasi hoaks terkait Covid-19.

 

Informasi hoaks ini menyebar di Instagram, WhatsApp, Facebook, Twitter dan YouTube. Tujuan utama medsos sebagai alat komunikasi dan mencari teman berubah menjadi senjata menyerang orang lain.

 

Para penyebar kabar hoaks ini bukan hanya berasal dari oposisi pemerintah, bahkan instansi pemerintah ikut terlibat. Bahkan sampai menyerang pribadi dan mengancam kebebasan pers. Cara menyerangnya lewat menyebarkan informasi jurnalis, hack website, mengubah isi berita. 

 

Bahkan beberapa media besar seperti Tempo.co, Tirto.id, dan detik.com tak luput dari ancaman. Seperti yang menimpa jurnalis yang meliput kasus buku merah dan kasus KPK. Data lengkap jurnalis detik.com sempat dibagikan ke media sosial karena menulis berita terkait kasus tertentu.

 

"Buzzer melumpuhkan demokrasi. Ketika ada berita tentang pemerintah yang tidak disukai. Mereka balik menyerang tanpa menyampaikan data dan informasi baru," tandasnya.

 

Hari Media Sosial diperingati sejak 2015 dicetuskan oleh Handi Irawan, CEO Frontier Group dan juga penggagas Hari Pelanggan Nasional. 

 

Ide Hari Media Sosial muncul karena Handi Irawan melihat fenomena penggunaan media sosial di Indonesia yang cenderung barbar dan tidak beretika.


Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Kendi Setiawan