Jember, NU Online
Posisi Jember yang menempati peringkat Ke-143 dari 397 kabupaten di Indonesia dalam kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, mendapat sorotan dari Ikatan Keluarga Alumni (IKA) PMII Kabupaten Jember.
Dalam rilisnya, Ketua Pengurus Cabang (PC) IKA PMII Jember, Akhmad Taufiq menyatakan prihatin dengan kenyataan itu. Pasalnya, di wilayah Besuki Raya, posisi Jember tersebut justru berada di nomor buncit, sesuatu yang tak pernah terjadi sebelumnya.
“Fenomena ini sangat memprihatinkan dan harus menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Kabupaten Jember,” tukasnya, Ahad (29/4).
Menurut Taufiq, melorotnya peringkat Pemerintah Kabupaten Jember harus dibaca sebagai peringatan bagi segenap pemangku kepentingan di Kabupaten Jember. Semua elemen struktural baik di eksekutif maupun legislatif hendaknya menghindari kepetingan sektoral, egois, menang-menangan, dan justru abai terhadap kepentingan publik dan kebijakan pemerintah di atasnya.
Cara-cara penyelenggaraan pemerintahan yang masih memposisikan egoisme justru semakin jauh dari kepentingan publik. Perseteruan dan perdebatan yang dipertontonkan elit pimpinan sebagai penyelenggara pemerintahan daerah tidak menyentuh isu-isu substantif kepentingan publik.
“Sebaliknya yang ada adalah ’menang-menangan’ atas apa yang menjadi kepentingan masing-masing. Lagi-lagi kematangan leadership para pejabat pemerintahan daerah Jember harus menjadi perbaikan utama untuk bisa mewujudkan kepentingan masyarakat,” jelasnya.
Sementara itu, menurut Ketua Bidang politik-Demokrasi dan Kebijakan Publik PC IKA PMII Jember M Hadi Makmur, pemeringkatan tersebut merupakan hasil evaluasi kinerja ’pemerintahan’ daerah bukan ’pemerintah’ daerah.
Sehingga jika merujuk pada terminologi ilmu administrasi negara, menunjukkan bahwa evaluasi tersebut tidak saja ditujukan kepada bupati, wakil bupati dan perangkat pemerintah daerah, namun juga kepada DPRD (legislatif).
“Ya intinya hasil kinerja yang jeblok itu harus menjadi pelajaran bagi pemerintah daerah, dalam hal ini eksekutif dan legislatif,” urainya (Aryudi Abdul Razaq/Muiz).