Pringsewu, NU Online
Dalam praktik beribadah di tengah masyarakat, sering terjadi pencampuradukkan pendapat antara satu madzhab dengan madzhab lain (talfiq). Faktor yang menyebabkan terjadinya hal ini diantara lain minimnya pengetahuan dari masyarakat terkait hukum Islam.
"Talfiq secara syar'i adalah mencampur-adukkan pendapat seorang ulama dengan pendapat ulama lain, sehingga tidak seorang pun dari mereka yang membenarkan perbuatan yang dilakukan tersebut," kata KH Munawir saat Dialog seputar Fiqh Zakat di Pesantren Al-Wustho Pringsewu, Selasa (28/6).
Bentuk praktik talfiq yang sering terjadi di setiap akhir bulan Ramadhan adalah saat pembayaran zakat fitrah. "Masyarakat banyak yang membayar zakat fitrah dengan uang yang mengambil takaran Madzhab Imam Syafi'i. Sementara Madhab Imam Syafi'i tidak memperbolehkan membayar zakat menggunakan uang," tambahnya.
Menurutnya, jika muzakki akan membayar zakat menggunakan uang maka harus dikurskan dengan madhab yang membolehkan pembayaran dengan mata uang yaitu Madhab Imam Hanafi. "Ukuran 1 Sha' menurut Imam Hanafi adalah 3,8 kilogram. Sesuaikan saja dengan harga beras yang dikonsumsinya," terangnya pada acara yang dibarengkan dengan Sosialisasi LAZISNU Kabupaten Pringsewu.
Atau menurutnya, jika muzakki tidak membawa beras dari rumah, Kepanitiaan Amil menyediakan beras untuk dibeli oleh para muzakki terlebih dahulu dan kemudian diserahkan kepada Amil. "Ini akan mempermudah para muzakki yang dari rumah hanya membawa uang," jelasnya.
Hal-hal seperti inilah yang menurutnya perlu disampaikan ke masyarakat khususnya para muzakki yang akan menunaikan Ibadah tahunan ini. "Jangan sampai apa yang telah kita lakukan tidak sesuai dengan kaidah syar'i sehingga kewajiban ibadah kita tidak tertunaikan dengan baik sehingga tidak diterima oleh Allah SWT," pungkasnya. (Muhammad Faizin/Fathoni)