Hafalkan Al-Qur’an Secara Otodidak Melalui Kaset
NU Online · Selasa, 23 Juli 2013 | 05:03 WIB
Probolinggo, NU Online
Mengalami kebutaan sejak lahir, tidak lantas membuat Samsudin patah semangat. Ia pun memutuskan menjadi “penjaga” firman Allah SWT dengan menjadi penghafal Al-Qur’an. Seperti apa kisahnya, berikut penelusuran Kontributor NU Online Probolinggo, Syamsul Akbar.<>
Saat ditemui oleh NU Online, Samsudin terlihat serius mengikuti tadarusan di musholla Kantor Kejaksaan Negeri Kraksaan Kabupaten Probolinggo. Bedanya, bila yang lain lengkap dengan kitab suci di tangan, Samsudin sebaliknya.
Maklum, berbeda dengan kebanyakan pegawai Kejari Kraksaan yang di musholla tersebut, Samsudin memang penghafal Al-Qur’an. Tidak kurang dari 114 surat dan 6.666 ayat dalam Al-Qur’an yang ia kuasai di luar kepala. Tidak mengherankan sepanjang pelaksanaan tadarus tersebut, Samsudin cukup memberi isyarat dengan kepalanya mengikuti lantunan ayat yang dibacakan.
Lelaki yang mengalami kebutaan sejak lahir tersebut menceritakan bagaimana sekelumit tentang perjalanan hidupnya. Termasuk kemampuannya menghafal Al-Qur’an. “Ya inilah saya. Sejak lahir atau dalam kandungan, saya sudah tidak dapat melihat. Itupun, menurut yang saya dengar dari keluarga,” ungkap Samsudin kepada NU Online.
Lelaki asal Desa Bulu Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo tersebut menceritakan bagaimana kehidupannya masa kecilnya. Lahir dari keluarga pas-pasan, Samsudin kecil tetap berusaha semangat. Pemilik tanggal lahir 31 Desember 1979 inipun sempat mengenyam pendidikan sekolah dasar.
Sayang, karena alasan ekonomi, masa belajarnya hanya sampai kelas 5. “Pendidikan saya, SD saja tidak lulus. Waktu kelas empat mau naik ke kelas lima, saya berhenti sekolah karena alasan tertentu. Termasuk ekonomi keluarga yang memang kurang berkecukupan,” terangnya.
Meski demikian, kecenderungannya untuk belajar ilmu agama tidak pernah pupus. Khususnya Al-Qur’an yang memang sudah digemarinya sejak kecil. Bahkan, saat duduk di bangku sekolah, dirinya diam-diam mulai belajar menghafalkannya.
Tentu dengan keterbatasan penglihatan yang dimilikinya, keinginannya untuk menghafal Al-Qur’an tidak seperti kebanyakan orang. Misalnya, dengan membaca melalui kitab, lalu belajar menghafalkannya.
Kemampuan menghafal Al-Qur’an itu ia pelajari langsung dari Kiai Nawawi di kampungnya. Caranya, Sang Kiai membacakan ayat demi ayat, sementara ia dengan seksama mendengarkannya, untuk kemudian secara bergantian menirukannya.
“Jadi, saya mendengarkannya dengan cara mendengarkan Kiai Nawawi membacakan ayat Al-Qur’an. Saya dengarkan, baca ulang dan menghafalnya ,” jelasnya. Menurutnya, menghafal Al-Qur’an dengan cara seperti ini ternyata membutuhkan waktu yang relatif lama. Bahkan hingga berhenti sekolah, baru hafal 1 juz.
Seusai putus sekolah tahun 1988 lalu, diakui Samsudin dirinya tidak nganggur di rumahnya. Tetapi ia melanjutkan belajar dan menetap di salah satu pesantren di Kota Kraksaan. Sayangnya, karena sesuatu hal, ia tidak bisa meneruskan keinginannya menimba ilmu di pesantren tersebut. “Saya mondok pertama hanya bertahan sebulan. Karena tidak betah, sayapun pulang dan berhenti,” kenangnya.
Selang dua tahun menjadi pengangguran, Samsudin memutuskan untuk kembali belajar di Pesantren Tahfidil Qur’an Desa Rangkang Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo dibawah asuhan KH. Abdul Qodir. Itu dilakukannya sejak tahun 1990 silam.
Berkat keinginan dan kemauannya yang kuat untuk menghafal Al-Qur’an, tiga tahun berikutnya, bait-bait ayat suci Al-Qur’an itu sudah mulai ia kuasai di luar kepala. “Saya mondok mulai tahun 1990. Sekitar tahun 1993, saya sudah mulai hafal. Jadi, sekitar tiga tahun,” terangnya.
Berbeda dari sebelumnya, proses menghafal Al-Qur’an di pesantren tersebut diakui Samsudin tidak terlalu sulit. Terlebih saat menghafal juz ke-6 ke atas. Sebab saat itu ia tidak lagi mengandalkan bacaan Al-Qur’an dari orang lain. Tetapi melalui kaset. Melalui kaset itu dirinya berulang kali mendengarkan rekaman Al-Qur’an yang ia putar melalui walkman. “Susahnya menghafalkan Al-Qur’an kalau tape walkman rusak atau hilang.Saya tidak tahu, habis berapa tape untuk menghafalkan Al-Qur’an itu,” jelasnya.
Sejak menguasai Al-Qur’an itulah, ia kerap mengikuti lomba qori, baik di tingkat daerah maupun provinsi. Sayangnya sepanjang keikutsertaannya, belum satupun gelar yang ia persembahkan.
Kini, salah satu tugas berat Samsudin adalah menjaga agar ayat-ayat suci yang ada di luar kepalanya tidak sampai lupa. Sebab, itu sudah menjadi komitmen bagi seorang hafidz (sebutan penghafal Al-Qur’an). Karena itu, bila tidak ada urusan di luar, ia lebih banyak melewatkan hari-harinya di rumah sambil melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Red: Anam
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Larangan Pamer dan Bangga dengan Dosa-dosa
2
Pastikan Arah Kiblat Tepat Mengarah ke Ka'bah Sore ini
3
Trump Turunkan Tarif Impor Jadi 19 Persen, Ini Syarat yang Harus Indonesia Penuhi
4
Operasional Haji 2025 Resmi Ditutup, 3 Jamaah Dilaporkan Hilang dan 447 Meninggal
5
PBNU Terima Audiensi GAMKI, Bahas Isu Intoleransi hingga Konsensus Kebangsaan
6
Kisah Di Balik Turunnya Ayat Al-Qur'an tentang Tuduhan Zina
Terkini
Lihat Semua