Daerah

H Abdul Mukti, Kiai Penggerak Kopi

Sab, 16 Mei 2020 | 12:30 WIB

H Abdul Mukti, Kiai Penggerak Kopi

KH Abdul Mukti, selain sebagai Rais Syuriyah MWCNU Sumbang dan ulama, juga menggerakkan pertanian kopi. (Foto: Risdianto)

Banyumas, NU Online
Kopi Lembu Ayu, merupakan kopi robusta yang sudah familiar di kalangan pegiat dan pecinta kopi di kota Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah. Kopi Lembu Ayu dikenal sebagai kopi dari Desa Susukan.
 
Nama Lembu Ayu diambil dari sebuah situs lingga dan yoni. Situs tersebut di berada di wilayah Desa Susukan tepatnya di  Dusun Lembu Ayu. Ketika pada suatu wilayah terdapat lingga dan yoni dan disitu terdapat patung sapi atau lembu menandakan bahwa di wilayah tersebut pernah berjaya teknologi pertaniannya.  
 
Kopi Lembu Ayu menjadi semakin menarik, karena kopi tersebut dibudidayakan bukan hanya oleh petani biasa tetapi kopi ini dibudidayakan oleh seorang ulama dan tokoh di Desa Susukan, KH Abdul Mukti. Ia adalah juga tokoh ulama di Kecamatan Sumbang yang saat ini sebagai Rais Syuriyah MWCNU Sumbang. Ya, selain sebagai seorang ulama, Kiai Abdul Mukti juga menggerakkan pertanian kopi di wilayah tersebut.
 
Penanaman kopi di Desa Susukan Kecamatan Sumbang itu karena ikhtiar, tirakatan dan riyalat Kiai Abdul Mukti yang awal mulanya memiliki tanah kurang lebih seluas dua hektar yang kesemuanya ditanami singkong. Lebih dari 2000 pohon singkong di lahan tersbeut yang menghasilkan kurang lebih satu ton setiap masa panen. Dijual dengan harga yang sangat murah tidak sebanding dengan modal yang dikeluarkan.
 
 
Melihat keprihatinan itu sosok Kiai yang masih energik walaupun sudah memiliki banyak cucu mulai tafakur dan berkhalwat, berpikir supaya tanah yang digarapnya itu bisa lebih bermanfaat. Mulailah ia mencari bibit kopi yang ada di kebun milik tetangga, karena memang banyak sekali tumbuh pohon-pohon kopi yang sudah ada sejak dulu.
 
"Di situ pula banyak sekali kopi jenis Jawa, Javanica dan Liberica," tutur Kiai Abdul Mukti.
 
Menurut penduduk setempat kopi yang dihasilkan beraroma khas seperti rasa buah nangka atau buah kuweni. Iai pun mengambil pohon-pohon yang ada dengan izin untuk dijadikan batang sedling karena beliau tidak ingin terjadi goshob.

Mulailah ia berikhtiar tanaman kopi tersebut dijadikan sedling. Untuk mencari kualitas terbaik, ia pun berpikir bagaimana memilih bibit antres yang bagus. Kiai Abdul Mukti pun menghubungi saudaranya yang ada di Lampung, agar dikirim pucuk pohon kopi. Menurut pemikirannya, batang bawah yang sudah ada itu sangat kokoh dan tahan terhadap penyakit, tetapi batang atas menggunakan kopi robusta Lampung. Diharapkan dengan menyambung antres bibit kopi robusta dari Lampung didapatkan pohon kopi yang unggul.
 
Dengan penuh ketelatenan dan kesabaran Kiai Abdul Mukti mulai menyambung bibit kopi yang berasal dari kebun sekitar disambung dengan antres dari Lampung tersebut. Ia menunggu sampai kurang lebih tiga bulan agar antres tersebut bisa menyambung dan tumbuh. Setelah lebih dari tiga bulan mulailah ditanam di kebun yang luasnya dua hektar tersebut.

Ada hal yang menarik dari kebiasaan Mbah Kiai dengan pertaniannya. Bahwa perawatan tanaman kopi itu semuanya menggunakan bahan-bahan organik. Untuk pupuk, ia membuat sendiri dari sampah-sampah organik rumah tangga dan tumbuhan-tumbuhan sekitar. Namun begitu, teknologi yang digunakan sudah sangat maju.
 
Salah satu contoh pupuk yang digunakan yaitu menggunakan pohon pisang yang sudah diambil buahnya. Kemudian gedebog atau batang pisang tersebut dipotong-potong kecil dicampur dengan molase atau cairan tebu. Bahan tersebut kemudian difermentasi selama kurang lebih selama 30 hari agar dijadikanlah pupuk organik. Selain untuk keperluan tanamannya sendiri, ia juga sudah bisa menjual kepada petani-petani lokal.
 
Adapun hal lain yang dilakukannya, yaitu membuat pestisida alami yang dibuat dari air kencing kambing dicampur dengan bahan-bahan alami lain. Secara modern, Mbah Kiai Mukti membuat semacam drainase untuk pemisahan akar-akar kopi, sehingga nutrisi yang dibutuhkan pada tiap pohon stabil.
 
Ia pun memahami tentang ilmu umak umik pertanian, yaitu unit makro dan unit mikro dalam pertanian, kebutuhan dasar tanaman dan perawatan tanaman. Dalam perawatan tersebut ia pun menjadi model penelitian dari lembaga-lembaga universitas ataupun lembaga swasta.
 
Hingga saat ini banyak lembaga-lembaga yang mengajak kerja sama baik secara ekonomi, keilmuan dan sosial. Di antaranya Universitas Jenderal Soedirman sebuah universitas ternama di kota Purwokerto. Kerja sama ekonomi juga sering dilakukan dengan aktivis-aktivis kopi, owner cafe dan tidak lupa pecinta kopi. Karena itu, secara perdagangan ia sudah memiliki banyak pelanggan dan pembeli.
 
Di masyarakat, sudah banyak mendengar kopi robusta Susukan tetapi belum mengenal pegiat dan inisiator kopi Susukan. Padahal, cita rasa kopi robusta Susukan sangat istimewa di kalangan pecinta kopi di kota Purwokerto. Mayoritas kafe di Purwokerto tidak lepas dari kopi Susukan. Saking khasnya, para barista, owner, dan penikmat kopi dapat langsung membedakan rasa kopi tersebut.
 
Kontributor: Risdianto
Editor: Kendi Setiawan