Daerah

Gus Dhofir: Al-Qur'an Mesti Dimaknai Kontekstual

Sen, 9 Maret 2020 | 13:00 WIB

Gus Dhofir: Al-Qur'an Mesti Dimaknai Kontekstual

Bedah buku 'Nabi Muhammad Bukan Orang Arab?' yang digelar oleh Pimpinan Komisariat Perguruan Tinggi (PKPT) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPNU-IPPNU) Unisda, Lamongan. (Foto:NU Online/Naufa)

Lamongan, NU Online
Pengampu Kajian Tafsir Tematik NU Online Gus Ach Dhofir Zuhri berharap Al-Qur'an dapat dimaknai secara kontekstual. Hal ini diungkapkannya saat mengisi bedah buku 'Nabi Muhammad Bukan Orang Arab?' yang digelar oleh Pimpinan Komisariat Perguruan Tinggi (PKPT) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPNU-IPPNU) Unisda, Lamongan, Jawa Timur, Sabtu (7/3).
 
Gus Dhofir, sapaan akrabnya memberikan contoh, ketika berbicara soal sumber daya. Ia mengutip Al-Qur'an Surat Ibrahim ayat 28: Alam tara ilalladzina baddalu ni'matallahi kufraw wa ahallu qaumahum daral bawar. 
 
Alam tara, ungkapnya, selama ini dimaknai: tidakkah kamu melihat (memperhatikan). “Saya ndak pakai itu. Itu terjemahan tahun 1955, sudah kuno. Ndak tahu kok belum diperbarui sampai sekarang itu,” terangnya.
 
Pengasuh Pesantren Luhur Baitul Hikmah, Kepanjen, Malang, ini pun memberikan tafsir makna sendiri. “Alam tara, tidakkah kamu melakukan riset, studi kasus, observasi, penelitain. Seharusnya memaknai Al-Qur'an begitu. Biar pintarlah, sedikit. Ilallazina, pada oknum-oknum. Oknum itu tiga: pertama, politisi atau birokrat. Kedua, akademisi, ilmuwan, kiai, dan lain-lain. Ketiga, pemodal,” jelasnya.
 
Baddalu, makna dari Kementrian Agama mengganti (menukar). Tapi baddalu ini saya juga memaknai (dengan) memanipulasi, bertindak hipokrit, me-mark up anggaran, menggunting dalam lipatan, menjegal kawan seiring, banyak maknanya. Sesuaikan dengan konteks kita saat ini,” terangnya. 
 
Ni'matallahi, kepada nikmat Allah. Di Indonesia nikmat Allah ada tiga: pertama, natural resoursces (sumber daya alam), nomor dua, human resources (sumber daya manusia), dan ketiga, sumberdaya ideologi (Pancasila),” ungkap pendiri Sekolah Tinggi Filsafat Al-Farabi ini, kepada para generasi muda NU.
 
Wa ahallu, dan membawa tiga oktum tadi itu. Qaumahum, kepada kita semua rakyat Indonesia. Daral bawar, menuju negeri yang krisis. Coba Qur'an itu dimaknai begitu, cepet pintar kita itu. Maknanya masih begitu doang, kok,” lanjutnya.
 
Tak hanya itu. Intelektual muda NU yang rutin mengisi kajian tafsir via live streaming di fanpage NU Online setiap Ahad sore ini pun mencontohkan ayat lain, yaitu QS. Al-Baqarah, 2:31.
 
Waallama, dan mengajarkan, Aadama, kepada Nabi Adam, Asma-a, kepada nama-nama: sutil, sendok, piring, irus, ya ndak pintar-pintar kita. Coba asma itu dimaknai realitas ontologis, nilai-nilai universal, yang darinya akan lahir ilmu-ilmu pengetahuan, kebangkitan epistemologi dan lain-lain. Baik epistemologi bayan, epistemologi burhan, maupun epistemologi irfan. Itu baru mahasiswa pintar itu,” pungkasnya.
 
Kontributor: Ahmad Naufa
Editor: Syamsul Arifin