Daerah

FUPK UIN Sunan Kalijaga Kenalkan Konsep Living Quran dan Hadis

NU Online  ·  Jumat, 19 Desember 2014 | 10:38 WIB

Semarang, NU Online
Keluarga mahasiswa Fakultas Ushuluddin program khusus (FUPK) menggelar diskusi publik "Konsep Living Quran dan Hadis di Indonesia". Dengan pembicara Dr. Phil Sahiron Syamsuddin, MA (pakar hermeneutika UIN Sunan Kalijaga) dan Dr. Hasan Asyari, MA (pakar kajian Hadis UIN Walisongo). Acara yang dihelat merupakan rangkaian dari anniversary IX bertempat di auditorium kampus I lantai II UIN Walisongo.<>

Sahiron menerangkan bahwa embrio The Living Quran sudah ada semenjak zaman Nabi. Misalnya, Al-Quran dihafal dan ditulis oleh para sahabat, malaikat Jibril menyimak bacaan Nabi yang membaca seluruh Al-Quran yang telah turun, salah seorang sahabat menggunakan surat Al-Fatihah untuk mengobati orang sakit.

Secara garis besar Sahiron yang juga Wakil Rais Syuriyah PWNU Jogjakarta mengungkapkan bahwa The Living Quran adalah Al-Quran yang hidup dimasyarakat dan berfungsi sebagai fenomena sosio kultural, bisa juga timbul dari resepsi masyarakat atas Al-Quran. Kita juga melihat fenomena di sekitar kita terdapat Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ), semaan Al-Quran, tradisi membaca surat-surat tertentu, ruqyah, jimat dan lain sebagainya.

Buku berjudul "Her book Women, the Recited Qur'an, and Islamic Music in Indonesia" karangan Anne K. Rasmussen dicontohkan oleh Sahiron sebagai penelitian yang sudah dikerjakan. Harapannya Sahiron The Living Quran dapat menjadi penelitian bagi jurusan Tafsir dan Hadis. Bukan sebagai pelarian karena tidak ada tema yang layak diangkat namun, sebagai konsentrasi dan pendokumentasian budaya Islam khususnya yang ada di Indonesia.

Khuthbah Jum'at menggunakan berbahasa Jawa atau Indonesia, zakat menggunakan beras, tradisi Kupatan, Mudik lebaran, sungkeman dan puasa weton merupakan contoh-contoh yang dipaparkan Hasan dalam The Living Hadis. Demikian pula dengan pembacaan tahlil juga menjadi The Living Quran dalam pemaparan Sahiron. Sahiron juga menyaratkan dalam The Living Quran perlu adanya budaya yang mengakar dan terjadi di berbagai daerah, tidak hanya di daerah tertentu saja. ((M. Zulfa/Anam)