Daerah

Fatayat NU: 30 Persen TKI dari Jatim

NU Online  ·  Rabu, 25 Mei 2005 | 03:35 WIB

Surabaya, NU Online
Pimpinan Wilayah (PW) Fatayat NU Jawa Timur melansir hampir 30 persen jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) berasal dari Jatim dan 90 persen diantaranya diyakini dari kalangan NU, termasuk Fatayat NU.

"Pada kurun Januari-Desember 2004 ada 66.030 orang TKI yang terdaftar berangkat ke Hongkong, Malaysia, Singapura, dan Taiwan dan 23.890 orang diantaranya dari Jatim," kata Ketua PW Fatayat NU Jatim Dra Faridatul Hanum di Surabaya, Selasa.

<>

Ia mengemukakan hal itu di sela-sela peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-55 Fatayat NU yang dihadiri Ketua Umum PP Fatayat NU Dra Hj Maria Ulfah, Ketua PWNU Jatim KH Drs Ali Maschan Moesa MSi, dan penggerak Fatayat NU Jatim pada 1950 yakni Nyai Hj Maryam Toha.

Menurut dia, data Depnaker Jatim mencatat jumlah TKI Jatim sebanyak 23.890 orang yang terdiri atas 11.613 orang TKI di Hongkong, 10.238 orang TKI di Malaysia, 2006 orang TKI di Singapura, dan 33 orang TKI di Taiwan, sedangkan jumlah TKI ke Saudi Arabia tak terdata.

"Yang jelas tidak ada angka pasti untuk jumlah TKI ke luar negeri yang terus meningkat sejak krisis ekonomi pada 1998, karena para TKI memang memakai dua jalur yakni lewat jalur resmi dan lewat penyalur gelap," katanya.

Namun, katanya, besarnya angka TKI harus mendapatkan perhatian ekstra besar dari pemerintah, karena mereka merupakan pahlawan devisa bagi negara, apalagi sering ada peti jenazah TKI yang tiba di bandara.

"Itu bukti kurangnya perhatian pemerintah, karena itu kami mendesak Depnaker untuk meningkatkan perhatian kepada mereka, khususnya TKI yang mengalami kasus di negeri orang, sehingga mereka tidak merasa sendiri, apalagi kami yakin mereka itu mayoritas perempuan," katanya.

Senada dengan itu, Ketua PWNU Jatim KH Drs Ali Maschan Moesa MSi menyatakan persoalan yang dihadapi perempuan sekarang memang bukan lagi tentang emansipasi atau kebebasan, melainkan bagaimana perempuan menempatkan diri sebagai pemimpin, khususnya bagi sesama perempuan.

"Emansipasi atau kebebasan itu sudah didapat, tapi kepemimpinan perempuan belum tampil, sehingga kasus TKI perempuan di banyak negara sering terdengar sebagai bukti tidak adanya perempuan yang mengambil peran kepemimpinan dalam soal TKI itu," katanya.

Oleh karena itu, ia menyarankan Fatayat NU mengambil peran kepemimpinan itu melalui berbagai pendidikan dan latihan (diklat) ketrampilan, sehingga perempuan trampil dan dapat hidup di negeri sendiri, bahkan jika terpaksa hidup di negeri orang pun tidak hanya mampu menjadi TKI yang identik dengan pembantu.

Acara Harlah ke-55 Fatayat NU di Jatim berlangsung sejak pertengahan Mei lalu dengan berbagai lomba, diantaranya lomba MC (protokoler), lomba qasidah, lomba penulisan artikel, dan sebagainya.(ant/mkf)