Pangandaran, NUOnline
Imam Ibnu Hajar (34) dan Arif Rahman Hakim (30), merupakan aktivis IPNU yang berperan besar dalam pengembangan seni hadrah di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Mereka dua bersaudara, putera pertama dan kedua dari pasangan H Mawali (Alm) dan Hj Ropingatun.
Selain aktif dalam pergerakan IPNU di Pangandaran, keduanya bersama-sama mendirikan Majelis Hidayatus Shalawat (HS) pada Februari 2010. Majelis tersebut merupakan wadah para pemuda dan anak-anak pecinta shalawat.
Majelis didirikan berawal dari sekumpulan remaja masjid yang menjalankan rutinitas pembacaan Maulid Al Barjanzi, serta berbekal pengalaman saat mengaji di Pesantren Krapyak Yogyakarta. Keduanya lalu mengajak para remaja masjid tersebut untuk belajar memainkan alat musik hadrah.
Imam menuturkan bahwa awalnya mengumpulkan dana secara swadaya di lingkungan masjid Al Hidayah, Sidomulyo. Setelah terkumpul akhirnya digunakan untuk membeli satu set alat hadroh.
Dengan semangat dan latihan terus menerus, akhirnya para remaja masjid tersebut dapat memainkan alat musik hadrah dan rutin mengiringi setiap Maulid Al Barjanzi digelar.
Seiring berjalannya waktu serta terinspirasi oleh Majelis Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf, mereka memutuskan untuk mengembangkan syiar shalawat dengan mendirikan HS. Deklarasi kehadiran mereka diusung dengan misi 'Memasyarakatkan shalawat dan menshalawatkan masyarakat'.
Dari rutinan mingguan setiap malam Selasa, kemudian berkembang menjadi rutinan bulanan setiap malam Ahad Pon dengan konsep roadshow ke masjid-masjid yang ada di Desa Sidomulyo. Adanya tanggapan positif dari masyarakat, rutinan bulanan ini berkembang hingga ke masjid-masjid di wilayah Kecamatan Pangandaran dan kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten Pangandaran.
Pada usianya yang kedelapan tahun, saat ini tidak kurang 75 remaja dan anak-anak yang tergabung dalam Majelis HS. Selain itu terdapat 15 grup hadrah HS binaan di wilayah Pangandaran.
Salah satu hal yang menarik adalah konsep pemberdayaan yang mereka terapkan. Selain syiar melalui lantunan shalawat dan irama hadrah, anggota HS juga dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan sesuai bakat masing-masing. Beberapa di antara mereka ada yang menekuni seni sablon, kerajinan tangan, perbengkelan. Ada pula yang aktif mengembangkan usaha tour&travel, even organizer dan entertainment.
Warisan Darah Seni Orang Tua
Keberhasilan dua bersaudara dalam mengembangkan seni hadrah, tidak terlepas dari darah seni yang diturunkan dari orang tua mereka.
Menurut cerita masyarakat sekitar, dulu ayahanda keduanya, merupakan salah satu pemain musik orkes Melayu pada masanya. Sedangkan sang ibu pernah menjuarai lomba MTQ tingkat Kabupaten. Bahkan kakek mereka pun dahulu terkenal sebagai penabuh genjring di Sidomulyo.
Tidaklah heran jika minat dan semangat mereka terhadap seni sangat tinggi. Terlebih dengan keaktifan mereka berorganisasi, sehingga mampu memadukan seni menjadi sarana pengkaderan organisasi yang efektif.
Sinergitas HS dengan PCNU Pangandaran
Pada Muktamar NU ke-33 di Jombang, Jawa Timur tahun 2015, telah diresmikan Ikatan Seni hadroh Indonesia (Ishari) menjadi salah satu badan otonom (banom) NU. Hal ini disambut positif oleh HS dengan berkoordinasi dengan PCNU Pangandaran. Oleh PCNU Kabupaten Pangandaran HS didaulat menjadi pelopor pembentukan Ishari NU Kabupaten Pangandaran.
Agenda terdekat yang akan dilaksanakan yakni suksesi peringatan hari lahir NU ke-95 pada bulan Rajab mendatang. Konsep yang diusung pada peringatan tersebut adalah Pangandaran Bershalawat. Tidak hanya dari PCNU Pangandaran, sejumlah pihak pun turut memberikan dukungan dengan agenda tersebut. (Seto Wahyu W/Kendi Setiawan)