Daerah

Direktur Aswaja NU Center Jember Ingatkan Khawarij Gaya Baru

NU Online  ·  Rabu, 30 Mei 2018 | 06:00 WIB

Jember, NU Online
Nama Abdurrahman bin Muljam Al-Murodi, belakangan kembali ramai diperbincangkan. Hal tersebut menyusul teror bom yang menyalak di sejumlah tempat di Tanah Air. 

Ya, Ibnu Muljam adalah orang yang menebas tubuh Sayyidina Ali saat bangkit dari sujud shalat Shubuh pada 19 Ramadhan 40 H. Ibnu Muljam bukan orang sembarangan. Dia adalah kelompok Khawarij yang ahli tahajjud, zahid  dan bahkan hafal Al-Qur’an sekaligus mendorong sesama Muslim untuk menghafalkan kitab suci tersebut.

“Cuma kesalahannya dia satu yakni merasa paling benar sendiri dalam beragama. Sehingga perasaan paling benar itulah yang mendorong dia mengafirkan Sayyidina Ali sehingga layak dibunuh dengan cara keji,” kata KH Abdul Haris, Senin (28/5). 

Penjelasan tersebut disampaikan Direktur Aswaja NU Center PCNU Jember ini saat menjawab pertanyaan jamaah dalam program Diagra (Dialog Agama Via Udara) di Masjid Besar, Al Baitul Amin, Jember, Jawa Timur.

Menurutnya, tidak ada yang menyangsikan kehebatan ibadah Ibnu Muljam. Namun pemahamannya yang sempit dalam membaca hukum Allah, membuatnya mudah membunuh orang yang dinilai tidak sepaham. “Bahkan dia menganggap Sayyina Ali tidak menegakkan hukum Allah dalam memerintah, serta merasa bahwa dirinyalah yang paling benar,” urainya. 

Hal tersebut tentu berbeda dengan keluwesan para ahli fikih yang memiliki pandangan bahwa 'pendapatku benar tapi mengandung kemungkinan salah. Sedangkan pendapat selainku salah, tapi mengandung kemunginan benar'. “Celakanya, orang seperti Ibnu Muljam berkeyakinan bahwa pendapat orang lain salah, sedangkan dirinya paling benar,” lanjut Kiai Abdul Haris.

Dengan pemahaman seperti itu, Ibnu Muljam meyakini sepenuh hati bahwa aksinya membunuh suami Sayyidah Fatimah itu adalah sebuah aksi jihad fi sabilillah. 

“Tidak masuk akal, seorang yang telah dijamin masuk surga harus meregang nyawa di tangan seorang Muslim yang shalih,” urai dosen Institut Agama Islam Negeri Jember tersebut. Sayyidina Ali wafat setelah tiga hari terkena sabetan pedang Ibnu Muljam yang beracun itu, lanjutnya.

Kisah pedang Ibnu Muljam yang dilumuri racun, tak pelak mengingatkan dengan peristiwa penusukan seorang polisi oleh teroris sehari setelah kerusuhan  di Mako Brimob, yang menurut polisi  pedang tersebut ternyata  beracun.

“Itu adalah Khawarij gaya baru,” pungkasnya. (Aryudi Abdul Razaq/Ibnu Nawawi)