Daerah HARI SANTRI 2019

Di Upacara Hari Santri, Gus Aab Ungkap 3 Ciri Khas Santri

Sel, 22 Oktober 2019 | 04:45 WIB

Di Upacara Hari Santri, Gus Aab Ungkap 3 Ciri Khas Santri

Ketua PCNU Jember, Jawa Timur, KH Abdullah Syamsul Arifin (Gus Aab) berforto bersama Ketua Lesbumi Jember, H Rasyia Zakaria usai Upacara Hari Santri 2019 di lapangan Sukorejo, Jember. (Foto: NU Online/Aryudi AR)

Jember, NU Online

Upacara Hari Santri 2019 yang digelar PCNU Jember, Jawa Timur di lapagan Sukorejo, Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember, cukup meriah. Sekitar 15.000 santri memadati lapangan tersebut. Tidak hanya lapangan yang sesak dengan manusia, tapi ruas jalan di sebelah lapangan juga diputihkan oleh santri.

 

Dalam amanahnya, inspektur upacara yang juga Ketua PCNU Jember, Jawa Timur, KH Abdullah Syamsul Arifin mengungkap tiga ciri khas santri. Pertama adalah santri selalu haus ilmu. Ia mengistilahkan santri sebagai penjelajah intelektual. Katanya, santri mempunyai instrumen untuk membaca literatur-literatur, baik yang berbahasa Arab maupun Inggris. Sehingga santri bisa menambah ilmu pengetahun dan memperkaya wawasannya.

 

“Jadi santri walaupun misalnya telah berhenti mondok, tapi belajar tidak boleh stagnan. Mencari ilmu tidak boleh dibatasi oleh ruang dan waktu. Terus belajar, dan terus belajar hingga mencapai prestasi yang tinggi, dan itulah santri idaman masa depan,” jelasnya.

 

Kedua, santri selalu menjaga akhlak yang mulia. Walaupun santri sudah jadi orang hebat, ia tidak boleh lepas dari akhlak. Akhlak harus tetap dijaga sampai kapanpun, karena ciri khas yang melekat pada diri seorang santri adalah akhlak yang mulia. Tanpa ciri khas itu, maka sesungguhnya santri tidak ada apa-apanya.

 

“Termasuk akhlak kepada guru dan kiai, wajib dijaga,” lanjutnya.

 

Dikatakan Gus Aab, sapaan akrabnya, setinggi apapun prestasi yang dicapai seorang santri, ia harus tetap taat dan patuh kepada kiai. Seorang santri, walaupun sudah melanglang buana dan sukses mencapai prestasi yang membanggakan, namun jika tidak berakhlak kepada kiai, berarti ia bukan santri yang sukses meskipun mempunyai serenteng titel akademik.

 

“Jadi kalau berhadapan dengan kiai, tanggalkan dulu capaian-capaian yang telah dilakukan oleh si santri. Santri harus tetap tawadlu’, hormat dan patuh kepada kiai, karena dari beliaulah dia pintar dan karena doanya dia berhasil,” ungkapya.

 

Ketiga, santri cinta tanah air. Salah satu bentuknya adalah tetap menjaga keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Sebab NKRI merupakan salah satu hasil perjuangan para kiai. Katanya, tidak gampang para kiai dan pejuang lainnya untuk mendirikan NKRI. Tidak hanya berdarah-darah tapi juga berkorban nyawa dan harta.

 

“Kalau ada santri justru merongrong NKRI, maka kesantriannya patut dipertanyakan,” pungkasnya.

 

Pewarta: Aryudi AR

Editor: Ibnu Nawawi