Daerah

Di Tangan Al-Ghazali, Tema-tema Kitab Ihya’ Tampak Mempesona

Sel, 4 Juni 2019 | 04:00 WIB

Pati, NU Online 
Setiap menjelaskan suatu tema dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, Imam Al-Ghazali selalu memiliki argumentasi mempesona. Orang bisa saja mengira tidak ada tema lain yang lebih menarik dibanding tema yang diuraikan oleh ulama kelahiran Khurasan Persia ini.

Penjelasan tersebut disampaikan KH Umar Farouq saat menanggapi salah seorang peserta dalam Lailatur Kopdar Ngaji Ihya’ Ulumiddin di Masjid Saud Sultan Institut Pesantren Mathali’ul Falah (IPMAFA) Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah, Ahad (2/6) dini hari.

Tanggapan panjang Kiai Umar ini ditujukan kepada salah seorang peserta Lailatul Kopdar yang menceritakan kisah yang dialaminya saat menjadi dosen di sebuah kampus terduga berafiliasi kepada kelompok radikal. Dosen tersebut mendapati kecenderungan radikal masih tampak kuat meskipun di kampus tersebut telah diajarkan karya Al-Ghazali.

"Kemungkinan lain, tuduhan tersebut muncul karena kampanye anti tasawuf. Sebagaimana kita ketahui, tidak semua kelompok dalam Islam bisa menerima ajaran-ajaran tasawuf," terangnya.

Juga, lanjut dia, ada kemungkinan lain yaitu ternyata ada beberapa judul kitab yang dinisbatkan kepada Al-Ghazali sebagai muallif-nya. Namun, penisbatan itu diragukan keotentikannya. Hal itu terbaca dari sistematika, isi, maupun analisa yang tidak menunjukkan kelasnya Al-Ghazali,” tandas Kiai Umar.

Di sisi lain, tambah dia, dengan kualifikasi keilmuan yang dimiliki dan kepiawaiannya berargumentasi, pembelaan Al-Ghazali terhadap dunia tasawuf membuahkan hasil yang belum pernah dicapai oleh para ulama sebelumnya.

“Karena keberhasilan pembelaan Al-Ghazali yang luar biasa itu, beliau sempat dituduh mematikan nalar keilmuan di dunia Islam. Pengaruh luas jalan hidup Al-Ghazali bahkan dianggap menjadi sumber skeptisisme terhadap kemajuan peradaban,” terang dosen tahfidz sekaligus pengasuh pesantren mahasiswa IPMAFA ini.

Menanggapi hal itu, kiai muda asal Rembang ini menambahkan bahwa tuduhan dan stigma tersebut tidaklah sepenuhnya benar. Ia meyakini bahwa para penuduh tersebut tidak benar-benar membaca karya Al-Ghazali secara utuh.

“Sekedar contoh, orang yang membaca Ihya’ hanya pada bagian tertentu saja, misalnya pada tema Kehinaan Dunia, maka dia akan menarik kesimpulan yang sangat berbeda dengan seandainya dia juga membaca tema lain, misalnya Kemuliaan Bekerja,” ujar Kiai Umar.

Dalam kesempatan tersebut, melalui paparan yang kaya perspektif, KH Ulil Abshar Abdalla alias Gus Ulil menguraikan sosok Imam Al-Ghazali dan proses kreatif penyusunan kitab Ihya’. Menurut dia, Al-Ghazali adalah profesor agama yang multidimensi. Al-Ghazali menekuni berbagai disiplin ilmu dan mampu menguasai masing-masing secara tuntas.

Kendati demikian, Imam Al-Ghazali mengalami kegelisahan spiritual yang akut justru saat mencapai puncak karir keilmuan. Ia mempertanyakan apakah semua itu bisa menjamin keselamatan kehidupan abadi di akhirat. Dalam suasana seperti itulah ia kemudian menekuni jalan sufi. "Melalui jalan inilah, Al-Ghazali berhasil mengatasi apa yang selama ini membuatnya gelisah," terang Gus Ulil. (Musthofa Asrori)