Sumenep, NU Online
Setiap bangsa mendambakan keadilan negaranya. Negara yang adil dapat mengkristalkan kewibawaan. Sedikitnya ada 4 "bahan bakar" untuk mewujudkan hal itu. Demikian penegasan Hakim Agung Kamar Pidana RI Dr H Artedjo Alkostar saat mengisi kuliah perdana ratusan mahasiswa baru Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika), Guluk-Guluk, Sumenep, di Aula As-Syarqawi Annuqayah, Sabtu (3/9).
"Keempatnya meliputi; negara memberikan makan bangsa, menyediakan transportasi, menegakkan keadilan, dan menjaga kearifan lokal," terang Artidjo.
Wakil Rektor III KH. A. Wasil Hasyim menyatakan, kuliah perdana tahun ini mengangkat tema 'Peran Pesantren dalam Membangun Masyarakat Madani dan Anti Korupsi". Tujuannya, dalam rangka membentuk mental mahasiswa supaya tidak terjebak para lumpur kotor korupsi.
"Sekarang ini bantuan dana dari pemerintah terhadap lembaga pendidikan cukup besar. Untuk itu, setelah mahasiwa lulus kuliah, diharapkan sukses mengantisipasi potensi korupsi dalam lembaga pendidikan maupun pemerintahan.
Sementara itu, Rektor Instika KH Abbadi Ishom mengaku bersyukur atas kehadiran Alkostar. Kata Kiai Abbadi, Alkostar ibarat malaiakat bagi para koruptor yang menegakkan keadilan.
"Saya memiliki pertanyaan kepada Bapak Artidjo Alkostar. Saya selaku pinpinan merasa sangat sulit untuk memajukan pendidikan kampus. Sebab, kampus swasta sering dianaktirikan oleh pemerintah. Sementara yang berbasis negeri, lumayan dianakemaskan," kritiknya.
Diterangkan, ketimpangan perhatian tersebut dikarenakan dari pemerintahan sendiri. Terdapat diskriminasi dalam Undang-Undang kependidikan yang mendikotomi terhadap kampus swasta dan kampus negeri.
"Diakui atau tidak, pendidikan swasta lebih-lebih yang ada di naungan pesantren, cukup besar perannya dalam memajukan pendidikan di negeri ini. Seperti halnya pendidikan di kampus Instika ini. Pendidikan pesantren punya andil bsar dalam kemajuan bangsa," tekannya.
Dalam sejarah kemerdekaan pun, tambah Kiai Abbadi, pesantren tidak bsa dipisahkan dengan jasa-jasa kemerdekaan. Bagi Kiai Abbadi, sangat membingungkan sekali dengan kebijakan atau peraturan yang ada di Indonesia.
"Belum lama ini kami mengajukan jurusan Pedidikan Bahasa Inggris dan Pendidikan Matematika. Itu tidak diterima oleh pemerintah. Padahal, di kampus negeri, Pendidikan Bahasa Inggris ada. Saya bertanya mengapa di kampus negeri itu ada Pendidikan Bahasa Inggris. Pemerintah selalu berdalih bahwa pendidikan kampus negeri dan pendidikan swasta tidak bisa disamakan," terangnya.
Pernyataan Rektor Instika yang menyebutkan diskriminasi aturan dalam pendidikan dibenarkan oleh Artiedjo Alkostar. Ia menyarankan agar pesantren memperjuangkan usahanya dan mencari celah-celah dari Undang- Undang tersebut. (Hairul Anam/Fathoni)