Daerah

Cerita Aluf Musthafa Usai Juarai Khitabah Tingkat Nasional

NU Online  ·  Rabu, 7 November 2018 | 02:30 WIB

Jombang, NU Online
Untuk bisa menjadi juara tingkat nasional, sejumlah tahapan dan rintangan harus dilalui Aluf Musthafa. Dari mulai seleksi tingkat kabupaten, provinsi hingga harus ke Jakarta. Latihan tiada henti, hingga perasaan kurang percaya diri dan berakhir suka cita.

Berikut penuturan singkat juara dua Olimpiade Bahasa Arab tingkat nasional di gedung PPPPTK Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia.

“Saya melewati hari-hari sebelum lomba dengan sejumlah latihan,” kata siswi Madrasah Aliyah Unggulan KH Abdul Wahab Hasbulloh (MAUWH) Tambakberas Jombang, Jawa Timur ini, Selasa (6/11).

“Sehari-hari saya diberi soal-soal untuk latihan,” ungkap siswi kelas XII IIA 2 ini. Semua dikerjakan selama di pondok, demikian saat berada di madrasah. 

Ketika berada di madrasah, soal yang ada dibahas bersama guru pembimbing, yakni Ustadzah Binti Maslihah. “Materi yang dipelajari seputar Bahasa Arab terutama kosa kata atau mufradat yang harus sering dimurajaah,” jelas santri di Ribath al-Ikhlas Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas ini.

Demikian pula latihan terjemah sejumlah teks bahasa Arab, termasuk cerita. “Kalau ada mufradat asing dicatat, lalu dicari di kamus atau ditanyakan kepada guru pembimbing,” urai Aluf, sapaan akrabnya.

Tidak berhenti sampai di situ, beberapa mahfudzat juga sering dibaca karena kisi-kisi soal olimpiade ada yang membahas tentang itu. “Nahwu, sharaf dan pengetahuan umum juga dipelajari,” katanya. 
“Sedangkan guru yang dampingi saya ke Jakarta adalah Ibu Binti Muslikah dan Ibu Zuhriyah,” ungkapnya.

Ketika tiba waktunya perlombaan, dirinya sempat agak pesimis. “Karena melihat penampilan peserta lain yang sebagian kalau bicara itu menggunakan bahasa Arab,” sergahnya. Ada juga peserta yang memang berasal dari pesantren bahasa, lanjutnya.

Melihat keadaan tersebut, Aluf hanya bisa pasrah namun tetap berdoa agar tidak mengecewakan madrasah. 

“Saat hari penutupan yakni hari dimana pemenang diumumkan, rasanya tidak percaya kalau yang dipanggil sebagai pemenang dan juara kedua itu atas nama saya,” katanya dengan muka berbinar.

Pada saat itu sejumlah suasana berkecamuk dalam dirinya. “Sebelumnya saya sampai keluar keringatan panas dingin saking gugupnya,” katanya. Dan alhamdulillah ternyata hasilnya tidak mengecewakan walaupun tidak juara pertama, lanjutnya.

Usai meraih prestasi yang membanggakan ini, dirinya diingatkan oleh sang ayah. "Mempertahankan sesuatu yang sudah kita capai atau kita raih itu lebih sulit daripada meraih atau mendapatkan yang lebih baik dari itu,” katanya menirukan pesan ayahanda. 

Dalam dirinya ada tekad yang demikian kuat. Ke depannya dirinya akan semakin giat belajar agar pengetahuannya lebih berkembang. “Walaupun memang melawan rasa malas itu sulit sekali,” pungkasnya. (Ibnu Nawawi)