Jakarta, NU Online
Sejumlah tindakan ekstrem yang mengemuka selama ini dapat dicegah dengan menguatkan peran keluarga dan masyarakat. Hal tersebut sebagaimana disampaikan Civil Society Against Violent Extremism (CSAVE) yang mengelar diskusi di RPTRA Pondok Bambu Berseri Jakarta Timur, Selasa (5/6). Kegiatan mengambil tema Bagaimana Membangun Keluarga dan Masyarakat yang Tahan Terhadap Terorisme.
Narasumber yang dihadirkan adalah Siti Mardiyah selaku Kabid Perlindungan Hak Perempuan pada situasi darurat kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Siti Hanifah yakni Program Manager AMAN Indonesia.
Bersama koalisi masyarakat sipil, peserta mengusulkan adanya penguatan ketahanan keluarga dan masyarakat dalam pencegahan radikalisme berbasis kekerasan. Dorongan ini sesuai dengan RUU No 15 tahun 2003 yang memandatkan Indonesia agar memiliki sistem kesiap-siagaan nasional. Dalam konteks itu meningkatkan daya tahan keluarga dan masyarakat dalam menangkal radikalisme berbasis kekerasan merupakan bagian penting dari mandat undang-undang tersebut.
Ketahanan masyarakat dapat diwujudkan jika masyarakat telah menemukenali secara partisipatif kerentanan, ancaman, risiko, kapasitas dan potensi. “Kerentanan, ancaman serta risiko terkait kekerasan berbasis ekstremisme yang teridentifikasi akan diatasi dengan kapasitas dan potensi yang dimiliki oleh masyarakat,” kata Siti Mardiyah.
Mengenali kerentanan, ancaman dan risiko adalah bagian dari deteksi dini terhadap gejala-gejala radikalisme, dimulai dari keluarga dan masyarakat. “Ketahanan masyarakat dimulai dengan menguatkan modal sosial yang ada di masyarakat yang berupa hubungan sosial,” ungkapnya. Modal sosial didefinisikan sebagai kemampuan aktor untuk memanfaatkan keanggotaan dalam jejaring sosial atau struktur sosial yang lain, lanjutnya.
“Hubungan sosial yang dimaksud ikatan sosial di antara anggota masyarakat, jembatan sosial di mana di antara kelompok masyarakat merasa ada keterikatan dan hubungan sebagai warga negara Indonesia serta mempertemukan kelompok-kelompok yang memiliki power relation yang berbeda,” katanya. Selanjutnya menyusun early warning system untuk mensistemasi tindakan yang perlu diambil saat menangkap gejala.
Sedangkan tahapan yang bisa dilakukan dimulai dengan melakukan penelitian partisipatif berbasis masyarakat, perencanaan komunitas, membentuk tim inti, menyusun SOP, simulasi, dan respon serta pengorganisasian jaringan untuk menghadapi kekerasan berbasis ekstremisme. “Aktor kunci yang penting dalam membangun ketahanan masyarakat adalah dimulai dari keluarga, masyarakat dengan dukungan penuh serta kemitraan yang setara dengan pemerintah,” jelasnya.
Adapun aktor dalam membangun ketahanan keluarga dan masyarakat terhadap terorisme yang utama adalah keluarga, baik ayah maupun ibu, lalu masyarakat sendiri, media dan pemerintah. “NGO seperti kami mendukung gerakan penguatan ini,” ujar Siti Hanifah.
Siti Mardiyah secara lebih spesifik mengatakan peran keluarga inti terutama ibu sangat fundamental dakam proses pencegahan masuknya paham radikal ke dalam keluarga. “Terutama karena ibu adalah sekolah atau madrasah pertama bagi keluarga. Jadi kalau ada gejala perubahan sesuatu pada anak-anak dan suami, ibu bisa langsung mendeteksi,” tandas Siti Mardiyah.
Di akhir diskusi, panitia memberikan catatan terkait tiga tahapan penting untuk dilakuan. Pertama, pemerintah bersama dengan Non Government Organization (NGO) dan masyarakat melakukan penelitian partisipatif berbasis masyarakat untuk mendapatkan data akurat untuk menentukan intervensi program serta memetakan keretanan, ancaman, kapasitas dan potensi untuk mencegah kekerasan berbasis ekstremisme.
Kedua, Pemerintah mendorong terbentuknya sistem deteksi dini berbasis keluarga dan masyarakat melalui peraturan desa dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk perempuan dan pemuda.
Dan yang ketiga, membangun kemitraan yang setara antara pemerintah, NGO dan masyarakat untuk membangun ketahanan masyarakat dari ekstremisme berbasis kekerasan, dimulai dari penguatan keluarga dalam membangun kesadaran kritis, serta dukungan konkret pemerintah dalam program pencegahan, rehabilitasi dan reintegrasi di masyarakat. (Red: Ibnu Nawawi)