Daerah

Bura, Sosok Pendekar Tangguh yang Diincar Belanda

Ahad, 10 November 2019 | 07:30 WIB

Bura, Sosok Pendekar Tangguh yang Diincar Belanda

Foto Bura yang telah direproduksi (FB Sang Patriot)

Jember, NU Online 
Jember, Jawa Timur dikenal memiliki dua sosok pejuang yang sudah cukup populer. Namanya Moch Sroeji dan dr Soebandi. Heroisme dan semangat juang kedua figur pahlawan itu, cukup benderang lantaran tercatat dalam sejarah. Bahkan salah satunya (Moch Sroeji) saat ini tengah diupayakan untuk mendapatkan penghargaan sebagai Pahlawan Nasional dari pemerintah. 
 
Namun di luar kedua nama itu, sesunguhnya ada beberapa pejuang yang cukup membanggakan. Salah satunya adalah Bura. Ya, Bura sang pemberani luar biasa.
 
Kendati namanya tidak tercantum dalam lembaran sejarah, namun namanya melegenda di telinga rakyat Jember. Kisah heroiknya hanya tersebar dari mulut ke mulut hingga bekembang di masyarakat. Namun kisah keberaniannya menghadapi moncong senjata penjajah, suatu saat kelak akan habis sama sekali seiring meninggalnya saksi hidup atas perjuangan Bura.
 
Bura lahir tahun 1900-an di Desa Jatian, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember. Desa ini terletak sekitar 10 kilometer ke arah timur dari pusat Kota Jember. Sebelum ada pemekaran kecamatan, Desa Jatian menjadi bagian dari Kecamatan Kalisat.
 
Bura adalah pendekar hebat, dan memiliki ilmu kanuragan yang sangat mumpuni. Ia dikenal kebal terhadap senjata tajam, dan bahkan senjata api. Hebatnya, ketinggian ilmu kanuragan Bura digunakan untuk kebaikan, yaitu berjuang mengusir penjajah. Kemana-mana ia tak lupa membawa senjata andalannya, celurit. Dan selama hidupnya, sudah tak terhitung berapa leher penjajah yang tertebas celurit Bura.
 
Bura berjuang seangkatan dengan Moch Sroeji. Namun Bura lebih fokus berjuang di Jember utara. Malah ketika pasukan Brigade III/Divisi I Damarwulan yang dipimpin Moch. Sroedji mendapat momentum untuk hijrah, Bura dan kawan-kakwan diperintahkan tetap tinggal di Jatian, agar bisa menjaga pedalaman desa.
 
 
“Dia betul-betul luar biasa keberaniannya, luar biasa ilmu kanuragannya. Ia paling ditakuti Belanda, sekaligus paling diincar. Ini cerita yang berkembang dari saksi hidup, dan tersebar dari mulut ke mulut,” ucap warga Desa Pakusari, Kabupaten Jember, Taufiqi kepada NU Online di Kompleks Pondok Pesantren Islam Bustanul Ulum, Pakusari, Sabtu (9/11).
 
Bura tidak berjuang sendirian, walaupun ia sering menghadapi gerombolan serdadu Belanda hanya seorang diri. Bura juga memimpin pejuang yang tergabung dalam Laskar Rakyat untuk wilayah Kecamatan Jember Utara, seperti Kecamatan Mayang, Kecamatan Kalisat, dan Kecamatan Ledokombo.
 
Namun sehebat-hebatnya Bura, sebagai manusia dia tetap mempunyai kelemahan. Belanda sudah kewalahan menghadapi Bura. Meskipun sudah lama dicari, tapi Bura tidak pernah menampakkan batang hidungnya. Namun anehnya, ia selalu terlibat dalam serangan sporadis yang dilancarkan rakyat. Belanda akhirnya punya cara: menyandera ibunya. Ia dipaksa oleh Belanda agar menceritakan kelemahan Bura. Sebab Belanda paham bahwa seseorang yang sakti, pasti tidak lepas dari peran ibunya.
 
Sementara di sisi lain, Belanda juga memasang spion di lingkungan Laskar Rakyat untuk memata-matai Bura. Dan akhirnya Bura tertangkap juga. Belanda dendam. Bura tidak segera dibunuh tapi diarak melewati sejumlah desa dengan tangan terborgol, dan tanpa baju. Akhirnya saat sampai di Desa Jatian, pas di pinggir sungai, Bura dibakar, dan abunya dibuang ke sungai.
 
“Untuk menandai perjuangan Bura, warga (saat itu) berinisiaif untuk membuat ‘Monumen Pahlawan Bura” di sebuah makam di pinggir sungai tersebut,” pungkas Taufiqi.
 
Pewarta: Aryudi AR 
Editor: Syamsul Arifin