Jember, NU Online
Penetrasi gerakan kelompok radikal yang kian massif, khususnya di Jember, Jawa Timur tidak boleh dipandang sebelah mata. Jika tidak, radikalisme akan menjadi bom waktu yang pada saatnya nanti dapat meluluh-lantakkan bangunan kedamaian dan toleransi yang selama ini telah mengakar di Indonesia.
Pemikiran inilah yang melatarbelakangi sejumlah aktivis NU di Jember untuk menggulirkan draf Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Deradikalisasi. Bahkan mereka menggelar pertemuan untuk mencari masukan terkait perbaikan draf tersebut di gedung Fakultas Hukum, Universitas Jember, Rabu (21/9).
Pertemuan yang diinisiasi oleh aktifis NU yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember, Nurul Ghufron tersebut dihadiri antara lain oleh Wakil Direktur Aswaja Center Jember, Abdul Wahab Ahmad dan Koordinator Advokasi LDNU Jember, Moh. Kholili.
Gus Wahab, sapaan akrabnya menyatakan, senang dan memberikan apresiasi terhadap pengguliran Draf Raperda Deradikalisasi tersebut. Menurutnya, Jember memang membutuhkan Perda Deradikalisasi untuk mengantisipasi kian menjamurnya gerakan radikal yang secara sporadis dan diam-diam sudah berani merangsek ke berbagai lini kehidupan masyarakat.
"Kedepan kita juga ingin mengedukasi masyarakat agar sadar terhadap bahaya radikalisme. Harapan kita, nantinya terwujud dakwah yang santun dan toleran," ucapnya kepada NU Online usai pertemuan.
Apresiasi yang sama juga disampaikan oleh Moh. Kholili. Menurutnya, kerukunan, kedamaian dan toleransi yang merupakan ciri khas budaya Nusantara, harus tetap dipelihara. Maka, mafhum mukholafah-nya bahwa segala sesuatu yang berpotensi menghancurkan budaya itu seperti gerakan radikalisme, wajib dicegah.
"Caranya ya dengan Perda itu. Karena Perda adalah pijakan hukum untuk menangani hal-hal yang terkait dengan gerakan radikal," ucapnya.
Dikatakannya, bahwa Perda Deradikalisasi akan memberikan rasa tenang dan aman kepada warga, dan menghindarkan masyarakat untuk bertindak sendiri-sendiri dalam menyikapi gerakan radikal, sehingga konflik horisontal bisa diminimalisir.
"Saya tidak bisa membayangkan, orang yang tidak sepaham, darahnya dianggap halal, orang yang tidak sealiran, dianggap musuh walaupun itu orang tuanya sendiri. Ini bahaya. Karena itu, saya sangat berharap agar draf radikalisme ini segera mendapat respon dari pihak legislatif untuk masuk dalam Prolegda (program legislasi daerah)," harapnya. (Aryudi A. Razaq/Fathoni)