Daerah SOWAN KIAI (III)

7 Kunci Kesuksesan Santri Dapat Ilmu Bermanfaat

NU Online  ·  Ahad, 10 Juli 2016 | 01:02 WIB

Pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Mojokerto, KH Asep Saifuddin Abdul Chalim mengemukakan tips kunci agar santri-santri sukses dalam menyerap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan ilmu yang telah didapatkan.

“Ada sistem pengondisian agar santri bisa memahami ilmu kemudian ilmuanya bermanfaat. Itu ada teorinya. Manfaat itu artnya memiliki keberdayaan dalam menghadapi masa depan. Teorinya itu satu, ajeg dalam berkesungguhan, jangan berkesungguahan dalam satu bulan saja, tapi terus-menerus,” katanya ketika ditemui NU Online di akhir Ramadhan lalu.

Kedua, tambah putra salah seorang pendiri NU asal Jawa Barat, KH Abdul Chalim, tidak boleh kenyang karena kalau sampai kenyang tidak bisa cerdas.

“Kenyang itu menghilangkan kecerdasan. Kenyang itu terjadi sepuluh menit, setelah berhenti makan. Bayangkan kalau orang pada saat makannya saja sudah kenyang apa yang akan terjadi 10 menit kemudian? Makanya Nabi melarang orang makan kenyang. Harus berhenti sebelum kenyang,” jelasnya.  

Ketiga, tidak boleh maksiat karena maksiat itu beban. Ketika orang belajar dan mambaswa beban, apalagi beban psikologis, santri tidak akan bisa mengerti akan pelajarannya.

Keempat, santri harus punya wudlu karena wudlu itu cahaya. Sementara ilmu yang disampaikan oleh guru itu datangnya kepada pemikiran muridnya dalam bentuk abstrak, berupa sinar, cahaya. Ketika cahaya datang diterima oleh yang memiliki cahaya akan mudah terserap.

Kelima, sering membaca Al-Qur’an karena ketika orang membaca Al-Qur’an dengan dilihat teksnya, maka dia akan terlibat berpikir bagaimana menerapkan tajwidnya dalam bacaan yang dijabarkan. Apalagi lebih jauh dengan memahami ayat-ayatnya. Nah, ketika orang hanyut dalam berpikir, itu orang akan cerdas.

“Berikutnya, santri harus rajin shalat malam,” tambah Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) tersebut.  

Yang terakhir, ketujuh, menjauhi makanan yang mendekati kotor, apalagi najis karena tidak barokah. “Makanan di luar yang dilihat oleh banyak orang termasuk oleh orang yang tidak punya uang, tidak barokah. Ketika orang yang tidak punya uang itu melihat, dia kepingin, tapi tidak bisa membeli makanan, yang terkondisikan demikian akan hilang barokahnya. Hal itu dibuktikan berpuluh-puluh kali bahwa anak yang ngantuk itu karena jajan di luar. Hal Sangat berpengaruh kepada kecerdasan anak,” jelasnya.

Jika seorang santri memegang yang tujuh tersebut, itu sudah perwujudan tawakal yang dijamin keberhasilannya. Pasti berhasil. (Abdullah Alawi)