Mengepalkan Tangan ketika Bangun dari Sujud
NU Online · Senin, 9 Mei 2016 | 16:03 WIB
Assalamu alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online yang terhormat. Dalam diskusi kecil, menurut teman saya cara yang paling benar ketika bangkit dari sujud dalam shalat adalah dengan cara mengepalkan tangan. Berarti praktik shalat yang selama ini kita jalani di mana setiap bangkit dari sujud tidak mengepalkan tangan tetapi menghamparkan telapak tangan dianggap kurang benar.
Bagaimana pandangan pak ustadz dalam masalah ini, mohon penjelasannya? Atas penjelasannya, saya ucapkan terima kasih. Wassalamu alaikum wr. wb. (Taufik/Bogor)
Jawaban
Assalamu alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Sepanjang kami ketahui dalam soal ini adalah bahwa disunahkan bagi orang yang shalat ketika bangun atau bangkit dari sujud atau duduk untuk bertumpu di atas kedua tangannya.
Alasan yang bisa dikemukan dalam hal ini adalah bahwa hal tersebut mengacu kepada praktik Rasulullah SAW itu sendiri. Di samping alasan lain adalah lebih merupakan sebagai simbol ketawadlu’an (asybah lit tawadhu’) dan lebih dapat membantu orang yang shalat.
Artinya, “Sunah untuk bertopang kepada kedua tangannya ketika bangun dari sujud dan duduk karena hal tersebut lebih tampak sebagai simbol ketawadlu’an, lebih bisa membantu orang yang shalat, dan karena telah dipraktikan oleh Rasulullah SAW sebagaimana ditetapkan dalam hadits sahih,” (Lihat Muhammad Khathib asy-Syarbini, Mughnil Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Minhaj, Bairut-Dar al-Fikr, juz I, halaman 182).
Jika bertumpu di atas kedua tangan adalah praktik yang dilakukan Rasulullah SAW, pertanyaannya bagaimana caranya? Menurut Muhammad Khathib asy-Syarbini, baik orang kuat maupun yang lemah caranya adalah dengan menjadikan kedua telapak tangan dan telapak jari-jari di atas tanah.
Artinya, “Sedang cara bertumpunya adalah dengan menjadikan kedua telapak tangan dan telapak jari-jarinya di atas tanah baik orang yang kuat maupun yang lemah,” (Lihat M Khathib asy-Syarbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Minhaj, juz I, halaman 182).
Sedang kalangan yang berpendapat bahwa orang yang shalat ketika bangkit dari sujud dengan cara mengepalkan tangannya didasarkan salah satu hadits berikut ini:
Artinya, “Ketika Rasulullah SAW bangkit dalam shalatnya Beliau meletakkan tangannya di atas tanah sebagaimana tukang adonan roti meletakan tangannya (al-‘ajin).”
Tetapi persoalannya menurut para ulama, hadits ini bukan masuk kategori hadits sahih sehingga tidak bisa dijadikan dasar. Meskipun hadits ini jika dianggap sahih, makna kata al-‘ajin bukan dalam pengertian tukang roti yang membuat adonan roti, tetapi maknanya adalah orang yang tua renta (asy-syaikh al-kabir).
Sehingga makna hadits tersebut adalah Rasulullah SAW ketika berdiri dalam shalat dengan bertumpu dengan kedua telapak tanggannya sebagaimana bertumpunya orang yang tua renta. Bukan diartikan mengepalkan kedua tangannya sebagaimana tukang pembuat adonan roti.
Sebab, praktik yang dilakukan Rasulullah SAW itu sendiri ketika bangkit dari sujud tidak mengepalkan tanggannya, tetapi dengan menjadikan kedua telapak tanggan dan telapak jari-jarinya di atas tanah, sebagaimana yang dijelaskan di atas mengetahui tata-caranya.
Artinya, “Adapun hadits yang terdapat dalam kitab al-Wasith dari Ibnu Abbas ra bahwa Nabi saw ketika berdiri dalam shalat meletakkan tangannya di atas tanah sebagaimana tukang pembuat adonan roti, bukan termasuk hadits sahih. Dan jika hadits ini sahih maka mesti ditafsirkan dengan penafsiran di atas (menjadikan kedua telapak tangan dan telapak jari di atas tanah), dan yang dimaksud dengan al-‘ajin adalah orang yang tua renta bukan tukang pembuat adonan roti (‘ajin al-‘ajn),” (Lihat M Khathib asy-Syarbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Minhaj, juz I, halaman 182).
Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Saran kami jangan sampai perbedaan dalam masalah ini menimbulkan konflik dan saling menyalahkan satu sama lain. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
(Mahbub Ma’afi Ramdlan)
Terpopuler
1
Saat Jamaah Haji Mengambil Inisiatif Berjalan Kaki dari Muzdalifah ke Mina
2
Perempuan Hamil di Luar Nikah menurut Empat Mazhab
3
Pandu Ma’arif NU Agendakan Kemah Internasional di Malang, Usung Tema Kemanusiaan dan Perdamaian
4
360 Kurban, 360 Berhala: Riwayat Gelap di Balik Idul Adha
5
Saat Katib Aam PBNU Pimpin Khotbah Wukuf di Arafah
6
Belasan Tahun Jadi Petugas Pemotongan Hewan Kurban, Riyadi Bagikan Tips Hadapi Sapi Galak
Terkini
Lihat Semua