Bahtsul Masail

Memanfaatkan Tanah Wakaf untuk Kepentingan Pribadi

Sel, 23 Juni 2015 | 07:01 WIB

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pak kiai yang terhormat. Di kampung saya ada tanah sebelah masjid kosong (mepet masjid) dan itu masih dalam lingkup tanah wakaf masjid. Di situ ditanami buah (pisang, sayuran, ketela ) oleh takmir masjid dan hasilnya untuk pribadi. 
 
Yang ingin saya tanyakan, apakah boleh yang seperti itu. Terimakasih atas perhatiannya. Wassalamu’alaikum warhahmatullahi wabarakatuh. (Muhammad Syafiin/Blora)
 
Jawaban:
Wa’alaikum salam wa rahmatullah wa barakatuh. Saudara penanya yang kami hormati. Sebelum menanggapi pertanyaan dari saudara Syafiin di Blora, kami mohon maaf atas keterlambatan jawaban ini.
 
Saudara Syafiin yang dirahmati Allah. Wakaf merupakan anjuran agama Islam yang sangat baik untuk dilaksanakan oleh pemeluknya. Orang yang mewakafkan asetnya demi kemaslahatan umum atau sering disebut waqif dijanjikan akan mendapatkan bonus pahala yang mengalir, meskipun ia telah meninggallkan bisingnya kehidupan dunia ini.
 
Bahkan kebanyakan ulama ketika memberikan penjelasan mengenai hadis yang menjelaskan bahwa diantara amal yang tidak putus pahalanya adalah sedekah jariyah, mereka mengartikan bahwa sedekah jariyah tersebut adalah wakaf.
 
Dalam masalah wakaf ada empat komponen dasar yang tidak bisa lepas yakni pihak/orang yang wakaf (waqif), penerima wakaf (al-mawquf alaih) dalam hal ini adalah nadhir maupun pihak-pihak yang menerima wakaf, barang yang diwakafkan (al-mawquf), dan shighat (ijab qabul) dari kedua belah pihak. Dan dalam tiap-tiap komponen ini terdapat persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi.
 
Selanjutnya mengenai penggunaan barang wakaf dalam hal ini penanaman sekaligus pemanfaatan lahan kosong sebagaimana pertanyaan yang saudara sampaikan pada dasarnya boleh apabila untuk kepentingan umum artinya kaum muslimin maupun warga di sekitar berhak mengambil manfaatnya atau hasilnya diperuntukkan untuk kepentingan masjid. Adapun si penanam boleh mengambil hasilnya untuk kepentingan pribadi, dengan kadar yang paling sedikit diantara nafkah dan ongkos standar (tidak boleh lebih dari upah minimal pekerja yang ada di daerah tersebut).
 
Dasar pengambilan hukum ini adalah kitab I’anah at-Thalibin:
 
والجواب أن الظاهر من غرسه في المسجد أنه موقوف، لما صرحوا به في الصلح من أن محل جواز غرس الشجر في المسجد إذا غرسه لعموم المسلمين، وانه لو غرسه لنفسه لم يجز، وإن لم يضر بالمسجد، وحيث عمل على أنه لعموم المسلمين فيحتمل جواز بيعه وصرف ثمنه على مصالح المسلمين، وإن لم يمكن الانتفاع به جافا، ويحتمل وجوب صرف ثمنه لمصالح المسجد خاصة،
 
Rujukan di atas pada intinya menjelaskan bahwa menanami pohon di tanah yang diwakafkan untuk masjid pada dasarnya boleh apabila untuk kepentingan kaum muslimin, sedangkan apabila hanya untuk dinikmati oleh pribadi, maka hukumnya tidak boleh, meskipun tidak merugikan masjid. Demikian pula boleh menjual hasil tanamannya jika untuk kepentingan kaum muslimin atau hanya kepentingan masjid. Saudara penanya yang dimuliakan Allah. Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa substansi pemanfaatan tanah wakaf sekali lagi adalah untuk kepentingan masyarakat luas (‘amat al-muslimin). Bukan untuk kepentingan pribadi maupun satu golongan tertentu.
 
Mudah-mudahan jawaban ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
 
 
(Maftukhan ad-Damawi)