Bahtsul Masail

Hukum Menalak Istri yang Sedang Hamil

NU Online  Ā·  Jumat, 10 Februari 2017 | 13:05 WIB

Assalamu ā€˜alaikum wr. wb.
Pak ustadz yang kami hormati, semoga selalu lindungan Allah SWT. Kami ingin menanyakan tentang hukum menceraikan wanita dalam kondisi hamil. Benarkah seorang suami dilarang menalak wanita yang sedang hamil? Atas jawabannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu ā€˜alaikum wr. wb. (Ahmad Hudri)

Jawaban
Assalamu ’alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT selalu menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa talak meskipun halal atau diperbolehkan, tetapi ia merupakan perbuatan yang tidak disukai Allah. Karena itu talak mesti dipahami sebagai solusi terakhir ketika sudah ditemukan solusi lain untuk menyelesaikan kemelut dalam kehidupan berumah tangga.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim diceritakan bahwa Ibnu Umar RA menalak istrinya dalam kondisi haid. Kejadian itu kemudian diceritakan oleh Umar bin Khatthab RA kepada Rasulullah SAW.

Mendengar cerita tersebut lantas Rasulullah SAW meminta Umar bin Khaththab RA agar memerintahkan putranya untuk kembali kepada istrinya. Baru kemudian jika ia tetap ingin menceraikannya, maka ceraikan ketika dalam kondisi suci atau hamil.

Ų¹ŁŽŁ†Ł’ ابْنِ Ų¹ŁŁ…ŁŽŲ±ŁŽ Ų£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ų·ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ‚ŁŽ Ų§Ł…Ł’Ų±ŁŽŲ£ŁŽŲŖŁŽŁ‡Ł ŁˆŁŽŁ‡ŁŁŠŁŽ Ų­ŁŽŲ§Ų¦ŁŲ¶ŁŒ ŁŁŽŲ°ŁŽŁƒŁŽŲ±ŁŽ Ų°ŁŽŁ„ŁŁƒŁŽ Ų¹ŁŁ…ŁŽŲ±Ł Ł„ŁŁ„Ł†Ł‘ŁŽŲØŁŁŠŁ‘Ł ŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ³ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ…ŁŽ ŁŁŽŁ‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ Ł…ŁŲ±Ł’Ł‡Ł ŁŁŽŁ„Ł’ŁŠŁŲ±ŁŽŲ§Ų¬ŁŲ¹Ł’Ł‡ŁŽŲ§ Ų«ŁŁ…Ł‘ŁŽ Ł„ŁŁŠŁŲ·ŁŽŁ„Ł‘ŁŁ‚Ł’Ł‡ŁŽŲ§ Ų·ŁŽŲ§Ł‡ŁŲ±Ł‹Ų§ Ų£ŁŽŁˆŁ’ Ų­ŁŽŲ§Ł…ŁŁ„Ł‹Ų§

Artinya, ā€œDari Ibnu Umar RA bahwa ia pernah menalak istrinya dalam keadaan haid. Kemudian Umar bin Khatthab RA menceritakan kejadian tersebut kepada Nabi. Lantas beliau pun berkata kepada Umar bin Khatthab RA, ā€˜Perintah kepada dia (Ibnu Umar RA) untuk kembali kepada istrinya, baru kemudian talaklah dia dalam keadaan suci atau hamil,ā€ (HR Muslim).

Perintah Rasulullah saw kepada Ibnu Umar RA melalui ayahnya, yaitu Umar bin Khaththab RA itu setidaknya mengadung dua hal penting. Pertama, larangan untuk menalak wanita dalam keadaan haid. Kedua, kebolehan menalak wanita dalam keadaan suci atau hamil.

Senada dengan hal ini Muhyidin Syaraf An-Nawawi dalam Syarah Muslim-nya menjelaskan bahwa kandungan hadits tersebut menunjukkan kebolehan menalak wanita yang sedang hamil yang jelas kehamilannya. Menurutnya, ini adalah pandangan Madzhab Syafiā€˜i.

Lebih lanjut, menurut Ibnul Mundzir, pandangan Madzhab Syafiā€˜i ini adalah pendapat mayoritas ulama. Di antara mereka adalah Thawus, Al-Hasan, Ibnu Sirin, Rabiah, Hammad bin Abi Sulaiman, Malik, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan Abu Ubaid.

ŁŁŁŠŁ‡Ł ŲÆŁŽŁ„ŁŽŲ§Ł„ŁŽŲ©ŁŒ Ł„ŁŲ¬ŁŽŁˆŁŽŲ§Ų²Ł Ų·ŁŽŁ„ŁŽŲ§Ł‚Ł Ų§Ł„Ł’Ų­ŁŽŲ§Ł…ŁŁ„Ł Ų§Ł„Ł‘ŁŽŲŖŁŁŠ ŲŖŁŽŲØŁŽŁŠŁ‘ŁŽŁ†ŁŽ Ų­ŁŽŁ…Ł’Ł„ŁŁ‡ŁŽŲ§ ŁˆŁŽŁ‡ŁŁˆŁŽ Ł…ŁŽŲ°Ł’Ł‡ŁŽŲØŁ Ų§Ł„Ų“Ł‘ŁŽŲ§ŁŁŲ¹ŁŁŠŁ‘Ł Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ ŲØŁ’Ł†Ł Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŁ†Ł’Ų°ŁŲ±Ł ŁˆŁŽŲØŁŁ‡Ł Ł‚Ų§ŁŽŁ„ŁŽ Ų£ŁŽŁƒŁ’Ų«ŁŽŲ±Ł Ų§Ł„Ł’Ų¹ŁŁ„ŁŽŁ…ŁŽŲ§Ų”Ł Ł…ŁŁ†Ł’Ł‡ŁŁ…Ł’ Ų·ŁŽŲ§ŁˆŁŲ³ŁŒ ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł’Ų­ŁŽŲ³ŁŽŁ†Ł ŁˆŁŽŲØŁ’Ł†Ł Ų³ŁŁŠŲ±ŁŁŠŁ†ŁŽ ŁˆŁŽŲ±ŁŽŲØŁŁŠŲ¹ŁŽŲ©ŁŒ ŁˆŁŽŲ­ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲ§ŲÆŁ ŲØŁ’Ł†Ł Ų£ŁŽŲØŁŁŠ Ų³ŁŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł…ŁŽŲ§Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŁ…ŁŽŲ§Ł„ŁŁƒŁŒ ŁˆŁŽŲ£ŁŽŲ­Ł’Ł…ŁŽŲÆŁ ŁˆŁŽŲ„ŁŲ³Ł’Ų­ŁŽŲ§Ł‚Ł ŁˆŁŽŲ£ŁŽŲØŁŁˆ Ų«ŁŽŁˆŁ’Ų±Ł ŁˆŁŽŲ£ŁŽŲØŁŁˆ Ų¹ŁŲØŁŽŁŠŁ’ŲÆŁ

Artinya, ā€œHadits ini menunjukkan kebolehan menalak wanita hamil ketika memang jelas kehamilannya. Ini adalah pandangan Madzhab Syafiā€˜i. Ibnul Mundzir berkata, pandangan ini juga dianut oleh mayoritas ulama, antara lain Thawus, Al-Hasan, Ibnu Sirin, Rabiah, Hammad bin Abi Sulaiman, Malik, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan Abu Ubaid,ā€ (Lihat Muhyiddin Syarf An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi, Kairo, Darul Hadits, cet ke-4, 1422 H/2001 M, juz V, halaman 325).

Ibnul Mundzir juga mengamini pendapat yang menyatakan kebolehan menalak wanita yang dalam kondisi hamil. Demikian juga sebagian ulama dari kalangan Madzhab Maliki. Namun ada juga sebagian ulama Madzhab Maliki yang mengharamkannya. Sedangkan riwayat lain mengtakan, Al-Hasan berpendapat bahwa menalak wanita yang sedang hamil adalah makruh.

Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ ŲØŁ’Ł†Ł Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŁ†Ł’Ų°ŁŲ±Ł ŁˆŁŽŲØŁŁ‡Ł Ų£ŁŽŁ‚ŁŁˆŁ„Ł ŁˆŁŽŲØŁŁ‡Ł Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ ŲØŁŽŲ¹Ł’Ų¶Ł Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŽŲ§Ł„ŁŁƒŁŁŠŁ‘ŁŽŲ©Ł ŁˆŁŽŁ‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ ŲØŁŽŲ¹Ł’Ų¶ŁŁ‡ŁŁ…Ł’ Ł‡ŁŁˆŁŽ Ų­ŁŽŲ±ŁŽŲ§Ł…ŁŒ ŁˆŁŽŲ­ŁŽŁƒŁŽŁ‰ بْنْ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŁ†Ł’Ų°ŁŲ±Ł Ų±ŁŁˆŁŽŲ§ŁŠŁŽŲ©Ł‹ Ų£ŁŲ®Ł’Ų±ŁŽŁ‰ Ų¹ŁŽŁ†Ł Ų§Ł„Ł’Ų­ŁŽŲ³ŁŽŁ†Ł Ų£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ Ų·ŁŽŁ„ŁŽŲ§Ł‚Ł Ų§Ł„Ł’Ų­ŁŽŲ§Ł…ŁŁ„Ł Ł…ŁŽŁƒŁ’Ų±ŁŁˆŁ‡ŁŒ

Artinya, ā€œIbnul Mundzir berkata, saya juga berpendapat demikian. Begitu juga dengan sebagian ulama dari kalangan Madzhab Maliki. Sedang sebagian yang lain menyatakan haram. Ibnul Mundzir juga meriwayatkan riwayat jalur lain dari Al-Hasan. Menurut riwayat jalur ini, Al-Hasan berpendapat bahwa menalak wanita yang sedang hamil adalah makruh,ā€ (Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi, juz V, halaman 325).

Berangkat dari penjelasan di atas, maka kita dapat menarik simpulan bahwa mayoritas ulama memperbolehkan penalakan wanita yang sedang hamil kendati ada yang menyatakan bahwa makruh dan haram.

Namun pendapat yang dianggap kuat adalah pendapat mayoritas ulama yang memperbolehkan penalakan wanita yang sedang hamil. Dan iddah bagi wanita hamil yang ditalak adalah sampai ia melahirkan kandungannya sebagaimana firman Allah SWT berikut ini:

ŁˆŁŽŲ£ŁŁˆŁ„Ų§ŲŖŁ Ų§Ł„Ų£Ų­Ł’Ł…ŁŽŲ§Ł„Ł Ų£ŁŽŲ¬ŁŽŁ„ŁŁ‡ŁŁ†Ł‘ŁŽ Ų£ŁŽŁ†Ł’ ŁŠŁŽŲ¶ŁŽŲ¹Ł’Ł†ŁŽ Ų­ŁŽŁ…Ł’Ł„ŁŽŁ‡ŁŁ†Ł‘ŁŽ

Artinya, ā€œWanita-wanita yang hamil waktu iddah mereka adalah sampai melahirkan kandungan,ā€ (QS At-Thalaq [65]: 4).

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ā€˜alaikum wr. wb.



(Mahbub Ma’afi Ramdlan)