Hukum Memakan Darah yang Dimasak atau Marus
NU Online · Rabu, 26 Januari 2022 | 17:28 WIB
Alhafiz Kurniawan
Penulis
Assalamu 'alaikum wr. wb.
Redaksi NU Online, kami mendapati darah yang dimasak bersama masakan lain di beberapa daerah. Darah tersebut dimasak sebagai pelengkap dan penyedap makanan. Apakah kita diperbolehkan memakan darah? Atas jawabannya, terima kasih. (Hamba Allah/Tangerang).
Jawaban
Wa'alaikumsalam wr. wb.
Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), darah yang dimasak disebut sebagai marus, yaitu darah (sapi, ayam, dan sebagainya) beku yang dikukus; saren.
Islam melarang mengonsumsi atau memakan darah. Surat Al-Maidah menjelaskan ketentuan perihal makanan yang haram dikonsumsi, salah satunya adalah darah sebagaimana Al-Maidah ayat 3 yang kami kutip sebagiannya.
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai dan darah…” (Al-Maidah ayat 3).
Dari ayat ini, sudah jelas hukum mengonsumsi darah baik dalam keadaan mentah maupun biasanya sudah dalam keadaan masak dengan berbagai pengolahan seperti rebus, goreng, atau bakar.
Berbagai tafsir menjelaskan, masyarakat Arab Jahiliyah menuang darah hewan ternak pada usus lalu membakarnya, kemudian memakannya ketika masak. Allah mengharamkan praktik memakan darah pada era Islam.
والحكمة من الذبح: مراعاة صحة الإنسان العامة، ودفع الضرر عن الجسم، بفصل الدم عن اللحم وتطهيره من الدم؛ لأن تناول الدم المسفوح حرام بسبب إضراره بالإنسان، لأنه مباءة الجراثيم والمكروبات
Artinya: “Hikmah penyembelihan hewan adalah penjagaan atas kesehatan manusia secara umum dan penolakan mudharat dari tubuh manusia dengan memisahkan darah dari daging hewan dan menyucikannya dari darah karena mengonsumsi darah yang mengalir hukumnya haram karena membahayakan manusia; karena darah merupakan sarang kuman dan bakteri,” (Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1984 M/1404 H], juz III, halaman 649).
Sejumlah ulama mengatakan, hikmah penyembelihan hewan yang menumpahkan darahnya bertujuan untuk membedakan daging dan lemak halal dan yang haram; serta pengingat atas keharaman bangkai karena darahnya yang menetap pada dagingnya. (Az-Zuhayli, 1984 M/1404 H: III/649).
Demikian jawaban singkat kami, semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
(Alhafiz Kurniawan)
Terpopuler
1
Panduan Shalat Idul Adha: dari Niat, Bacaan di Antara Takbir, hingga Salam
2
Takbiran Idul Adha 1446 H Disunnahkan pada 5-9 Juni 2025, Berikut Lafal Lengkapnya
3
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
4
Khutbah Idul Adha: Mencari Keteladanan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam Diri Manusia
5
Terkait Polemik Nasab, PBNU Minta Nahdliyin Bersikap Bijak dan Kedepankan Adab
6
Khutbah Jumat: Meraih Hikmah Kurban di Hari Raya Idul Adha
Terkini
Lihat Semua