Hukum Lihat Foto atau Video Lawan Jenis di Media Sosial
NU Online Ā· Jumat, 29 Juni 2018 | 08:30 WIB
Redaksi bahtsul masail NU Online, saya mau bertanya soal melihat foto atau video lawan jenis yang bukan mahram di media sosial mengingat kita hidup di era media sosial. Mohon penjelasan terkait melihat foto atau video lawan jenis yang bukan mahram Terima kasih. Wassalamu 'alakum wr. wb. (Maryati/Bandung).
Jawaban
Assalamu āalaikum wr. wb.
Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Pertama yang disampaikan di sini adalah ulama sepakat bahwa seorang laki-laki haram memandang aurat perempuan muda yang bukan mahramnya sebagaimana keterangan Al-Mausuāatul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah berikut ini:
Artinya, āUlama bersepakat bahwa kaum pria haram memandang aurat perempuan muda bukan mahram. Mereka mendasarkan pandangannya dengan sejumlah dalil, salah satunya firman Allah, āKatakanlah kepada orang beriman, āHendaklah mereka menundukkan padandangan mereka,āā dan sabda Rasulullah SAW, āAllah menakdirkan sebagian dari zina untuk anak Adam di mana ia akan melakukan itu, bukan mustahil. Zina mata adalah melihat.ā Tetapi ulama berbeda pendapat perihal batasan aurat yang haram untuk dilihat pada sejumlah pendapat,ā (Lihat Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, Al-Mausuāatul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Safwah: 1997 M/1417 H], cetakan pertama, juz 40, halaman 341).
Tetapi di mana batasan aurat perempuan, pandangan ulama terbelah menjadi empat pendapat.
Pertama, seseorang boleh memandang wajah dan telapak tangan perempuan muda yang bukan mahram jika tanpa syahwat. Selain keduanya haram dilihat tanpa uzur syari. Pandangan ini dipegang oleh Madzhab Hanafi dan Maliki.
Artinya, āJika perempuan itu adalah orang lain (bukan mahram), maka seseorang tidak boleh memandangnyaāmenurut Madzhab Hanafiākecuali wajah dan telapak tangannya berdasarkan firman Allah āMereka tidak menampakkan perhiasannya kecuali apa yang tampak padanya,ā (Surat An-Nur ayat 31). Sayyidina Ali RA dan Ibnu Abbas RA mengatakan bahwa yang tampak padanya adalah celak mata dan cincin, yaitu tempat keduanya, wajah dan telapak tangan. Yang dimaksud perhiasan pada ayat ini adalah anggota badan perempuan tempat perhiasan. Pasalnya, penampakan wajah dan telapak tangan bersifat darurat (tidak bisa dihindari) yang menjadi keperluan perempuan dalam bertransaksi dengan pihak pria baik memberi maupun menerima,ā (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405 H], juz 3, halaman 561).
Kedua, seorang laki-laki haram memandang wajah dan telapak tangan perempuan yang bukan mahram tanpa uzur syarāi baik aman atau tidak aman dari fitnah. Kedua anggota perempuan ini termasuk aurat perempuan sebagaimana anggota tubuh selain keduanya. Pendapat ini dipegang oleh Madzhab SyafiāI dan Hanbali. Tetapi kalau ada uzur syari seperti saat meminang, dibolehkan untuk memandangnya.
Ketiga, seorang laki-laki haram memandang anggota tubuh perempuan yang bukan mahram selain wajah dan telapak tangan tanpa uzur dan tanpa hajat. Hanya saja seorang laki-laki makruh memandang keduanya. Sebaiknya memandang keduanya ditinggalkan sebagaimana fatwa ulama mutaakhirin dari kalangan hanafiyah dan ahli fatwa.
Keempat, seseorang laki-laki boleh memandang wajah, telapak tangan, dan kedua kaki perempuan bukan mahram dengan catatan tanpa syahwat seperti diriwayatkan Hasan bin Ziyad dari Abu Hanifah. Pendapat ini juga dikemukakan oleh sebagian Madzhab Maliki.
Berkaitan dengan pendapat keempat ini, sebuah riwayat dari Abu Yusuf mengatakan bahwa dua lengan perempuan boleh terlihat ketika membasuh dan masak. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa seorang laki-laki boleh memandang dua betis perempuan tanpa syahwat.
Perbedaan pendapat di kalangan ulama terjadi antara lain karena perbedaan pandangan mereka perihal pengecualian yang terdapat pada Surat An-Nur ayat 31 di samping beberapa riwayat hadits lainnya. Wajah dan telapak tangan muncul sebagai pengecualian pada Surat An-Nur ayat 31 dengan pertimbangan adat dan ibadat. Pertimbangan adat dan ibadat ini yang dipakai oleh Al-Qurthubi, seorang ahli tafsir Madzhab Maliki berikut ini:
Artinya, āAl-Qurthubi mengatakan, wajah dan kedua telapak tangan secara umum tampak dalam keseharian dan dalam peribadatan, yaitu pada shalat dan haji sehingga pengecualian (terkait aurat) itu layak merujuk pada dua hal itu. Pandangan ini juga didasarkan pada riwayat dari Aisyah RA bahwa Asma binti Abu Bakar RA dengan pakaian halus menemui Rasulullah SAW dan beliau berpaling darinya, āWahai Asma, ketika perempuan sudah memasuki usia haidh (baligh), tubuhnya tidak pantas terlihat kecuali ini dan itu,ā Rasul mengisyaratkan wajah dan kedua telapak tangannya. Hadits ini menjadi dalil bahwa kedua anggota badan itu bukan mahram itu bukan aurat perempuan. Laki-laki boleh melihat keduanya,ā (Lihat Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, Al-Mausuāatul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Safwah: 1997 M/1417 H], cetakan pertama, juz 40, halaman 342).
Adapun perihal memandang dengan syahwat atau tanpa syahwat, kami tidak menemukan keterangan secara lugas selain keterangan Wahbah Az-Zuhayli berikut ini:
Artinya, āTetapi jika tidak aman dari fitnah, maka seseorang tidak boleh memandang wajah perempuan kecuali ada keperluan mendesak. Dari sini tampak bahwa kebolehan memandang lawan jenis bukan mahram itu terbatas pada ketiadaan syahwat. Kalau dengan syahwat, maka penglihatan itu haram. yang harus dihindari di era kita sekarang ini adalah memandang perempuan muda. Keharaman ini didasarkan pada hadits shahih, āDua mata berzina. Zina keduanya adalah memandang. Dua tangan berzina. Zina keduanya adalah memegang.ā Batasan syahwat itu adalah menggerakkan alat (kelamin),ā (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405 H], juz 3, halaman 561).
Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa ulama berbeda pendapat perihal melihat wajah lawan jenis yang bukan mahram di media sosial baik foto maupun video karena sebagian ulama seperti Madzhab Syafiāi menganggap wajah dan telapak tangan bagian dari aurat perempuan bukan mahram. Namun demikian, mayoritas ulama berpendapat bahwa wajah bukan bagian dari aurat.
Demikian jawaban singkat ini. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu āalaikum wr. wb.
(Alhafiz Kurniawan)
Terpopuler
1
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
2
Khutbah Idul Adha: Menanamkan Nilai Takwa dalam Ibadah Kurban
3
Bolehkah Tinggalkan Shalat Jumat karena Jadi Panitia Kurban? Ini Penjelasan Ulama
4
Khutbah Idul Adha: Implementasi Nilai-Nilai Ihsan dalam Momentum Lebaran Haji
5
Khutbah Idul Adha Bahasa Jawa 1446 H: Makna Haji lan Kurban minangka Bukti Taat marang Gusti Allah
6
Khutbah Idul Adha: Menyembelih Hawa Nafsu, Meraih Ketakwaan
Terkini
Lihat Semua