Bahtsul Masail

Hukum Hewan Kurban Mati pada Malam Takbiran

Jum, 9 September 2016 | 00:01 WIB

Assalamu 'alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online yang terhormat, sebentar lagi kita akan memperingati hari besar agama Islam, ibadah haji bagi yang mampu dan melaksanakan shalat Idul Adha serta berkurban. Belakangan ini ada peristiwa di daerah saya tepat kejadiannya tahun lalu mengenai hewan kurban yang mati pada malam takbiran. Sedangkan hewan tersebut sudah diserahterimakan kepada panitia penyembelihan hewan kurban.

Pertanyaan saya, bagaimana hukumnya untuk hewan kurban yang mati pada malam takbiran tersebut? Apakah panitia wajib untuk mengganti hewan tersebut karena hewan sudah diserahterimakan kepada panitia dari yang berkurban? Terima kasih. Wassalamu 'alaikum wr. wb. (M Hadziq Ibn Syurur/Tanggulangin Sidoarjo).

Jawaban
Assalamu ’alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT selalu menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Hemat kami kasus yang dipaparkan sangat menarik. Secara pribadi kami belum pernah mendapati kasus seperti itu kecuali setelah membaca deskripsi masalah di atas. Hemat kami kasus ini adalah menarik.

Dari apa yang dideskripsikan di atas kami mengambil kesimpulan bahwa letak persoalannya adalah lebih kepada penggantian hewan kurban yang mati di malam takbiran. Apakah hewan tersebut harus diganti oleh panitia apa tidak?

Sudah menjadi kebiasaan di masyarakat kita setiap orang yang berkurban jarang yang disembelih sendiri. Mereka lebih suka menyerahkan kepada panitia kurban yang biasanya difasilitasi pihak masjid.

Dengan kata lain, pihak yang berkurban menyerahkan hewan kurbannya ke panitia agar menangani sebaik-baiknya sesuai dengan ketentuan hukum syariat, mulai dari penyembelihan sampai distribusinya.

Dengan demikian, status panitia itu sendiri merupakan wakil dari pihak yang berkurban, dan sebagai pihak yang membantu orang yang berkurban. Proses yang seperti ini dalam fikih disebut akad wakalah. Karena itu kemudian akad wakalah juga disebut dengan akad yang bersifat memberikan manfaat dan bantuan (irfaqun wa ma’unatun).

Konsekuensinya, jika ada masalah yang menimpa pada sesuatu yang diserahkan kepada wakilnya maka ia tidak perlu menanggungnya. Namun jika terjadinya masalah kerena ada unsur keteledoran yang disengaja pihak wakil, maka ia harus bertanggungjawab atasnya.

أِنَّ الْوَكَالَةَ عَقْدُ إِرْفَاقٍ وَمَعُونَةٍ ، وَالضَّمَانُ مُنَافٍ لِذَلِكَ وَمُنَفِّرٌ عَنْهُ أَمَّا إِذَا تَعَدَّى الْوَكِيلُ فَإِنَّهُ يَكُونُ ضَامِنًا

Artinya, “Sesungguhnya wakalah adalah akad pemberian manfaat dan bantuan. Dalam hal ini jaminan ditiadakan dan jauh darinya. Adapun jika pihak wakil melakukan keteledoran (dengan sengaja) maka ia harus bertanggungjawab atasnya,” (Lihat Wizaratul Awqaf Wassyu`un Al-Islamiyyah-Kuwait, Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Kuwait, Darus Salasil, juz XII, halaman 237).

Penjelasan singkat ini secara otomatis menjawab pertanyaan di atas. Dengan kata lain, pihak panitia kurban tidak harus mengganti hewan kurban yang mati pada malam takbiran atau sebelum waktu penyembelihannya. Namun jika kematian hewan kurban tersebut ada unsur kesengajaan dari pihak panitia itu sendiri, maka ia harus menggantinya.

Demikian jawaban singkat yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Hati-hati ketika membeli hewan kurban, teliti sebelum membeli, jangan sampai membeli hewan kurban yang kurang sehat.

Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb



(Mahbub Ma’afi Ramdlan)