Warta

World Press Photo 2004 Gelar Pameran di Jogja

Rabu, 12 Januari 2005 | 19:20 WIB

Jogjakarta, NU Online
Karya seni merupakan hasil karya manusia yang obyeknya tidak terbatas, mulai dari alam hingga makluk. Keberadaan hasil karya seni harus kita jaga dan terus kita lestarikan, terlebih karya seni foto jurnalistik.

Hal itulah yang sedang dilakukan oleh World Press Photo Foundation yang berpusat di Amsterdam Belanda. Organisasi yang dikelola negeri kincir angin itu bekerja sama dengan Pusat Kebudayaa Indonesia-Belanda Karta Pustaka Jogjakarta pada 10-18 Januari ini menggelar pameran foto di Museum Benteng Vredeburg Jogjakarta.

<>

Dalam pembukaan pameran pada Minggu malam itu dibuka oleh Wali Kota Jogjakarta Herry Zudianto. Sebanyak 199 karya foto jurnalistik dunia yang dikemas dalam 111 bingkai, sudah terpampang. Foto-foto yang dipajang di gedung atas utara museum yang terletak di pusat kota Jogja itu merupakan hasil perlombaan yang di motori World Press Photo Foundation pada 2004 lalu.

Dalam lomba seluruh dunia itu diikuti 4.176 fotografer dari 124 negara dengan jumlah foto 63.093 buah. Sedangkan dari Indonesia, tercatat 54 peserta. Tarmizy Harva adalah salah seorang peserta Indonesia yang berasil mendapatkan penghargaan honorable mention untuk kategori spot news single. Tarmizy mengambil tema perang dengan menggambarkan kepedihan seorang ibu yang anak lelakinya mati dalam keadaan terikat di pohon dengan luka sayat di leher yang dilakukan oleh anggota GAM.

Anaknya tersebut seorang guru pesantren di sebuah dusun di Aceh. Kasih sayang ibu inilah yang mengantarkan roh anaknya kembali ke pangkuan Allah SWT. Tema-tema perang dengan sisi kemanusiaan masih kental dan mendominasi dalam karya Wolrd Press Photo 2004 itu. Pemenang pertama pada kompetisi tahun lalu ialah karya Jean Marc Boujou. Dalam foto Jean itu menampilkan seorang pria tawanan perang Irak dengan kepalanya sedang tertutup kantong yang dilakukan oleh tentara AS yang sedang memeluk dan menenangkan anaknya.

Foto itu membuat dewan juri memilihnya sebagai foto terbaik, karena foto itu menggambarkan betapa peperangan selalu membawa kepedihan dan ketakutan. ”Pesan yang mendalam dalam karya ini adalah hanya kasih sayanglah orang tua (ayah) yang mampu membendung ketakutan dari sang anak ketika perang berlangsung. Selain itu, foto itu juga menggambarkan, bahwa perang berdampak mengerikan pada kehidupaa, apapun alasan yang dipakai.” kata Ketua Dewan Juri Elisabeth Biodi yang dikutip dari bosur pameran tersebut.

Selain isu peperangan, masalah HIV/AIDS juga menjadi salah satu pemenang pada kontes ini. Sebuah karya Lu Guang dari Cina menceritakan soal 40 persen penduduk di desa-desa Provinsi Henan terjangkit AIDS. Penyebabnya, para petani yang menjual darah mereka karena butuh uang untuk membeli pupuk.

Proses pengambilan darah yang tidak steril inilah yang menjadi faktor utama mereka terjangkit penyakit mematikan itu. Sekian lama pula kasus AIDS itu tak pernah diketahui publik karena ditutupi pemerintah Cina.

Dalam pameran itu juga tampil karya foto yang bertemakan seni, olahraga, alam, dan lingkungan. Di bidang olahraga banyak foto yang menggambarkan foto para penyandang cacat fisik tapi sangat gigih mencetak prestasi sambil menikmati kebersamaan dalam berolahraga.

”Kami melihat betapa besarnya pesan yang disampaikan lewat karya-karya foto jurnalistik dunia itu, maka Karta Pustaka berusaha agar pameran ini dapat kembali hadir di Jogja. Harapan kami juga, pameran ini akan memacu dan memotivasi para fotografer Jogja untuk lebih peka lagi terhadap kekerasan yang masih mendominasi di sudut bumi ini,” kata Direktur Karta Pustaka Anggi Minarni, disela-sela acara kepada wartawan, kemarin.

Sekadar diketahui, World Press Photo ini berdiri pada tahun 1955 di Belanda. Tujuan utamanya adalah untuk mendukung dan mempromosikan karya para jurnalis foto profesional ke tataran Internasional. World Press Photo kini menjadi forum independen untuk jurnalisme foto dan kebebasan pertukaran infomasi. Organisasi ini mendapat perlindungan dari (almarhum) Pangeran Bernhard dari Belanda. Rencanya foto-foto itu akan dipamerkan keliling ke 40 negara dengan diterbitkan dalam 7 bahasa. (mar)

 

Kontributor NU Online Djogjakarta : Ahmad Riadi

 


Terkait