Warta

UN Rugikan Sekolah-Sekolah Milik NU

Kamis, 17 Februari 2005 | 13:28 WIB

Jakarta, NU Online
Sistem Ujian Nasional (UN) yang hendak dipaksakan pemerintah pada Mei 2005 mendatang akan merugikan sekolah-sekolah yang dimiliki Nahdlatul Ulama (NU). UN menggunakan sistem materi pengujian yang seragam diseluruh Indonesia. “Sekolah-sekolah miliki NU, yang mayoritas di pesantren jelas memiliki ke khasan sendiri. Dalam orientasi pendidikannya tentu tidak sama dengan pemerintah. UN yang centralistis jelas merugikan sekolah-sekolah NU,” ujar anggota Komisi X dari FKB, Masduki Baidlowi kepada NU Online di ruang kerjanya, gedung DPR, Kamis (17/2), kemarin.

Padahal UN masih menjadi polemik antara parlemen dan pemerintah. Melaui komisi X, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) menolak pelaksanaan UN. DPR sudah meminta UN untuk dibatalkan Pasalnya,  bagi pihak dewan, persoalan kualitas pendidikan nasional tidak bisa diselesaikan hanya dengan UAN.  “Ini langkah parsial yang tidak memahami persoalan pendidikan secara komprehensif,” tandas Masduki

<>

Menurutnya, kebijakan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan tidak bisa secara instan seperti memberlakuakn UN di seluruh pesolok tanah air. Cara tersebut, kata Masduki, sangat  tidak realitis.  “Pada dasarnya persoalan pendidikan kita ini bersumber pada kebijakan  yang timpang serta tidak adanya keadilan dalam pengelolaan pendidikan. Kemampuan siswa yang berada di jauh pendalaman dengan siswa yang ada di kota-kota besar disamakan hanya melalui UAN,” katanya.

Dikatakan, idealnya UN hanya bisa digunakan sebagai alat pemetaan mutu pendidikan nasional, bukan untuk syarat kelulusan. “ Jika siswa yang berada di titik nol pendidikan disamakan dengan siswa yang berada di titik 100, jurang ketidakadilannya sangat lebar, jika keduanya harus disamakan,” katanya.

Menurut Mantan Sekjen PBNU ini, DPR jelas menolak adanya pemikiran yang menyatakan bahwa UN sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan nasional, dengan cara menyeragamkan soal dan “katrol nilai”, jelas tidak bisa diterima, mengingat persoalan pendidikan sangat komplek, khususnya yang terkait dengan kebijakan pemerintah. “Sampai saat ini, kami juga belum menyetujui alokasi anggaran untuk UAN, “ katanya.

Dikatakan, untuk meningkatkan kualitas atau mutu pendidikan ini memang harus dikembalikan kepada policy pemerintah, menyangkut sistem dan alokasi APBN yang hingga kini  baru mencapai  6,3 persen dari 20 persen yang semestinya diamanatkan oleh UUD 1945.  “Alokasi APBN hanya mencapi 21, 5 triliun padahal sesuai amanat UUD alokasi untuk pendidikan sebesar 20 persen sesuai amanat UUD,pada tahun 2009, ” katanya.

Sampai saat ini, pemerintah belum menyampaikan  sistem atau cara untuk memenuhi target  20 persen untuk anggaran pendidikan.  “Pemerintah, khususnya Jusuf Kalla, sampai saat ini belum mengungkapkan bagaimana tahapan memenuhi 20 persen pada APBN 2009,” katanya.

Baginya, jika pemerintah dapat melakukan efisiensi anggaran, sebenarnya dunia pendidikan tidak akan tertinggal dengan pembangunan di sekitar lainnya. “ Alokasi untuk pendidikan ini termasuk alokasi untuk investasi, kita akan melihat dampaknya pada 10 tahun ke depan, bukan dengan cara-cara intasn, seperti UAN,” katanya. (ful)


Terkait