Warta

Umat Islam Perlu Paradigma Baru

Selasa, 26 Juli 2005 | 09:12 WIB

Yogyakarta, NU Online
Umat Islam perlu mengubah paradigma pemahaman kitab suci Al-Qur’an, dari hukum menjadi tuntunan moral sehingga mereka akan semakin memahami tujuan Allah SWT menurunkan agama Islam kepada umat manusia melalui Muhammad SAW.
    
Ketua Komisi Kebebasan Beragama Internasional, Amerika Serikat (USCIRF), Prof Dr Khaled M Abou Al Fadl, dalam sambutan pada konferensi internasional Islam, Women, and The New World Order di Yogyakarta, Selasa (26/7), mengatakan, melalui pergeseran pemahaman itu, akan muncul ’Qur’an ethics’ (etika Al-Qur’an) yang mengendalikan kualitas moral manusia, karena Qur’an bukan hukum, melainkan pedoman hidup.
    
Menurut dia, Qur’an berkaitan erat dengan akhlaq-budi pekerti manusia sehingga dengan pedoman yang jelas, umat akan memiliki kualitas moral yan tinggi.Selain itu, syari’ah Islam yang perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari adalah fiqih, yakni aplikasi dari pemahaman dan penafsiran umat terhadap syari’ah (agama) Islam.
    
Pemahaman dan penafsiran yang dilakukan umat manusia, sambungnya, tentu tidak akan pernah sama, karena relativitas yang melekat pada diri manusia.Oleh karena itu, teks suci (Qur’an dan Hadits) sangat rawan salah penafsiran. "Sehebat apapun manusia, tidak akan mampu mencapai ’the ideal mind of God’," ujarnya.
    
Meski demikian, sebagai umat beragama, Umat Islam harus terus menggali apa yang tersimpan dalam dua teks suci tersebut dan memahaminya tanpa harus bersikap otoriter meski tetap menjaga orisinalitas agama. Artinya, konstitusional Islam harus bisa diterapkan secara kontekstual oleh umat Islam di manapun berada, meskipun tidak boleh lepas dari kehendak Islam yakni kepatuhan dan berserah diri.
    
Dalam seminar itu, guru besar Fakultas Hukum University of California School of Law (UCLA) Los Angeles tersebut menjelaskan, hal serupa harus digunakan dalam memahami dan menghormati ciptaan Allah SWT yakni perempuan."Perempuan bukan makhluk sembarangan, melainkan sangat berperan bagi perubahan dan perbaikan kondisi umat Islam di kemudian hari," ujarnya.
    
Umat Islam tidak akan bisa makmur selama perempuan tidak diberi hak secara utuh untuk saling membantu dalam menjawab tantangan modernitas. Hal itu menjadi penting karena dalam menjawab tantangan itu, dibutuhkan semua intelektual dan elemen masyarakat untuk bekerja bersama.
    
Seminar yang digelar atas kerjasama Pusat Studi Wanita Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Kedubes Denmark untuk Indonesia itu berlangsung 25 sampai 29 Juli 2005, dengan pembicara antara lain Prof Dr Amin Abdullah, Dr Siti Mariah Mahmud, dan Prof John L Esposito.(atr/cih)

 

<>


Terkait