Warta

Ulama Minta Dilibatkan dalam Perencanaan Pembangunan Aceh

Selasa, 15 Februari 2005 | 01:39 WIB

Banda Aceh, NU Online
Kalangan ulama di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) meminta agar mereka ikut dilibatkan dalam perencanaan pembangunan provinsi "Serambi Mekah" tersebut paska gempa bumi dan gelombang tsunami, 26 Desember 2004 lalu.

"Kalau ada suatu proyek yang perencanaan pembangunannya tidak melibatkan para ulama, kami akan tolak," kata Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) NAD Dr Muslim Ibrahim MA di Banda Aceh, Senin petang.

<>

Ditemui usai sebuah acara tabligh di Masjid Lambaro, Muslim Ibrahim mengatakan, para ulama menginginkan agar perumusan "blue print" (cetak biru) pembangunan Aceh  mengakomodasi aspirasi masyarakat Aceh.

Menurut dia, masyarakat perlu dimintai tanggapannya jika pemerintah ingin melaksanakan suatu program di sana. Demikian pula para ulama, perlu dimintai nasehatnya.

Muslim Ibrahim yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi NAD itu menyayangkan pembuatan sejumlah kamp-kamp pengungsian di beberapa lokasi bencana tanpa melakukan musyawarah terlebih dahulu kepada masyarakat setempat.

"Membuat kamp-kamp (barak) pengungsian tanpa musywarah dengan masyarakat dan ulama itu sana saja men-"tsunami"-kan masyarakat Aceh setelah tsunami yang sesungguhnya," katanya.

Karena itu, ia mengaku kurang optimis jika masyarakat nantinya mau menempati kamp-kamp pengungsian tersebut. Ia menambahkan, jika pemerintah daerah atau para pengusaha ingin membuat daerah pariwisata di sejumlah bekas kawasan yang dilanda gelombang tsunami, maka sudah seharusnya masyarakat dan para ulamanya diminta pendapatnya, apakah setuju atau tidak daerahnya dijadikan kawasan wisata.

Terkait dengan pembangunan kembali NAD, Muslim mengatakan, pada 24 Januari 2005 lalu, para ulama dan cendekiawan Aceh telah melakukan musyawarah yang hasilnya antara lain meminta pemerintah agar dalam membuat betak biru pembangunan Aceh mengacu pada UU Otonomi Khusus NAD.

Dalam pembangunan Aceh, lanjutnya, hendaknya diperhatikan pula masalah ke-Islaman, ke-Acehan, ke-Indonesian, dan universalitas.

MUI Pusat Dukung

Sementara itu Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Ma’ruf Amin juga mendukung agar cetak biru pembangunan Aceh harus berdasarkan pada pedoman pembangunan Aceh yang merupakan fatwa dari MUI Aceh.
"MUI Aceh harus segera menyusun pedoman pembangunan Aceh yang akan menjadi landasan, kemudian baru disusun ’blue print’, jangan sebaliknya," katanya di Banda Aceh, Senin.

Menurut dia, setiap program pembangunan Aceh seharusnya berlandaskan pada opini syariah (fatwa) MUI Aceh agar tidak terjadi benturan di kemudian hari. Oleh karena itu, menurut dia, pembangunan Aceh ke depan harus mengacu pada Aceh sebagai Serambi Mekah.

Artinya, katanya, ulama diberi peran besar untuk menentukan arah dan bimbingan bagi pembangunan Aceh. "Oleh karena itu ulama Aceh harus melakukan reposisi peran, bukan sebagai legitimator tetapi sebagai pengarah atau pemandu bagi pembangunan Aceh," katanya.

Dalam waktu dekat ini akan dilakukan pertemuan ulama-ulama Aceh untuk mengakomodasi keinginan para ulama dalam ikut serta membangun Aceh ke depan.


Terkait