Teheran, NU Online
Ulama terkemuka Iran hari Jumat menyatakan fatwa mati terhadap pengarang Salman Rushdie, yang dikeluarkan Ayatollah Ruhollah Khomeini pada 1989 "tetap sahih" di negara itu.
Tanggapan Hojatoleslam Ahmad Khatami pada sholat Jumat dan disiarkan radio negara itu merupakan tanda terkini kemarahan di Iran dan tempat lain di dunia Muslim, yang dipicu keputusan Inggris memberi penghargaan keksatriaan kepada Rushdie. Muslim menyatakan novelnya, "Ayat Setan" menghina nabi Muhammad dan mengejek Quran.
<>Pada 1998, pemerintah Iran secara resmi menjauhkan diri dari perintah mati itu, tapi kelompok keras di Iran secara teratur membarui seruan untuk membunuhnya, dengan menyatakan fatwa Khomeini tak dapat dicabut.
"Di Iran, fatwa Imam (Khomeini) masih hidup dan tidak bisa diubah," kata Khatami, yang sering mencerca Barat, kepada jemaah di Teheran, "Inggris sebaiknya tahu bahwa akan kalah 100 persen".
Rushdie, yang bersembunyi sembilan tahun, dihadiahi keksatriaan untuk jasanya bagi kesusasteraan pada hari ulang tahun ratu Elizabeth pada ahir pekan lalu.
Pakistan dan Iran mengecam pengahargaan itu dan unjukrasa terjadi di sejumlah tempat di Pakistan dan Malaysia.
Inggris membela keputusan itu, dengan menekankan kepentingan kebebasan bicara dan menyatakan itu merupakan bagian kecenderungan menghormati Muslim dalam masyarakat Inggris.
Khatami, anggota badan ulama berpengaruh, Majelis Pakar, menyatakan Rushdie tak menghormati nilai suci lebih dari 1,5 miliar Muslim. "Pemerintah tua dan jompo Inggris sebaiknya tahu bahwa masa khayalan kerajaan mereka selesai dan sekarang dia adalah pesuruh Amerika Serikat," katanya.
Kementrian Luar Negeri Iran memanggil dutabesar Inggris untuk Teheran pada Selasa untuk memrotes penganugerahan itu, dengan menyatakannya tindakan memanas-manasi.
Rushdie dilahirkan orangtua Muslim di India, membuat Muslim menuduhnya membelot setelah "Ayat Setan" diterbitkan pada 1988.
Pengganti Khomeini sebagai pemimpin tertinggi, Ayatollah Ali Khamenei, pada January 2005 menyatakan tetap percaya bahwa novelis Inggris itu murtad dan pembunuhannya dihalalkan Islam.
Ratu Elizabeth II menyakiti perasaan Muslim seluruh dunia dengan anugerah itu, kata wakil ketua parlemen Iran, Selasa.
"Langkah ratu Inggris itu kembali menyakiti perasaan semua Muslim. Pertanyaan ialah apa yang ingin dicapai kerajaan itu dengan memanas-manasi lebih dari satu setengah miliar Muslim di seluruh dunia," kata Mohammad-Reza Bahonar dalam sidang parlemen.
Penganugerahan itu dikutuk keras Teheran, yang menyatakan langkah tersebut menunjukkan permusuhan Inggris terhadap Islam dan menempatkan London sebagai lawan masyarakat Islam.
Yayasan Khordad XV, badan kebudayaan, menyediakan hadiah 2,8 juta dolar Amerika Serikat (sekitar 25,2 miliar rupiah) bagi kepala Rushdie dan secara teratur menyatakan fatwa imam Khomeini atas pengarang itu hidup selamanya.
Yayasan lain, Markasbesar untuk Penghormatan bagi Pahlawan Gerakan Islam Dunia, Minggu meningkatkan hadiah awal 2004 senilai 100.000 dolar Amerika Serikat (lebih kurang 900 juta rupiah) untuk kematian Rushdie menjadi 150.000 dolar Amerika Serikat (kira-kira 1,3 miliar rupiah).
Parlemen Pakistan hari Senin menyetujui resolusi mencela keksatriaan itu dan menteri urusan agama menyatakan kehormatan itu bisa digunakan untuk membenarkan pemboman jibaku. (dar)