Warta

Tolak Liberalisme, RMI Gelar Workshop

Rabu, 6 April 2005 | 14:05 WIB

Pasuruan, NU Online
Robithotul Ma’ahidil Islamiyah (RMI) Cabang Pasuruan menggelar workshop tentang pemikiran Islam dan pemikiran Barat di Gedung Diklat Pemkot Surabaya, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan. Acara yang berlangsung selama dua hari (4-5 April) lalu itu merupakan hasil kerja bareng RMI dengan Forum Kajian Pemikiran Islam (FKPI) dan Institute for the study of Islamic Thoght and Civilizization (Insists) Kuala Lumpur, Malaysia.

Acara yang dibuka oleh ketua RMI Jawa Timur KH Machfud Sauban, Senin (4/4) lalu, diikuti para peserta dari kalangan santri pondok pesantren se-Jawa Timur dan organisasi massa. Hadir sebagai nara sumber antara lain Dr Ugi suharto, Dr Anis Malik Toha, Hamid Fahmi MA, Adian Husaini, Adnin Armas, MA Nirwan Syafrin, MA, Mustofa Munawar dan Alamul Huda.

<>

Menurut Ketua penyelenggara, H Abd Halim, tujuan workshop ini digelar adalah memberi pengetahuan tentang persoalan paham liberal yang justru tidak sejalan dengan pemikiran Islam, khususnya dalam organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Juga untuk menindaklanjuti hasil keputusan Muktamar NU yang menolak adanya paham liberal.

Menurutnya, melalui workshop ini diharapkan kalangan muda Islam tahu bahwa liberalisme Barat bertentangan dengan pemikiran Islam. “Selain itu, agar para pengurus NU baik di pusat hingga ke bawah, tidak terasuki paham barat tentang hermeneutika (penafsiran). Ini harus diwaspadai,” jelas H Abd Halim.

Salah satu lontaran yang cukup menggelitik perhatian peserta disampaikan Dr Anis Malik Thoha dalam makalah berjudul “Pluralisme versus Agama-agama”. Keragaman agama menjadi topik utama dalam tulisan tersebut.

Menurut Dr Anis, agama (begitu juga segala sesuatu selain Allah) merupakan kenyataan alami atau dalam bahasa agamanya disebut sunnatullah. Karena itu, diversitas agama bukanlah monopoli sejarah masyarakat modern.

Namun, lanjut Dr Anis, agama senantiasa ada dan hadir dalam sejarah tumbuh dan berkembangnya masyarakat manusia. Hanya saja, bagi sementara kalangan –khususnya Barat– fenomena yang sebenarnya lama bahkan kuno ini baru saja disadari kehadirannya dewasa ini. Fenomena itu begitu menyodok dan menampar kesadaran Barat secara tiba-tiba, tanpa dosa dan melakukan penjajahan.

Yang tak kalah menarik adalah kajian kritis atas wacana dekonstruksi Syariah Islam yang ditulis Nirwan Syafrin MA, kandidat doktor di Istac HUM. Menurut Nirwan, beberapa pemikir menyadari bahwa proses reformasi ini sulit dilakukan selagi perangkat teoritiknya, yakni usul fiqh, tetap sama. Sebab, kekakuan dan kebekuan yang dialami fiqh tak terlepas dari metodologinya.

Pandangan Dr Ugi Suharto juga menjadi pemikiran para peserta, terutama terkait dengan pandangan kaum muslim, pandangan orientalis, dan permulaan kritik orientalis, kritik dengan metodologi, dan kritikan goldziher. Menurut Ugi, literatur hadits pada awal abad pertama kebanyakan berdasar pada periwayatan lisan. Kitab-kitab hadits saat ini tidak merujuk pada sumber yang tertulis saat itu.

Selasa (5/4) sore kemarin, workshop ditutup oleh Ketua Penyelenggara, H Abd Halim. Enam orang nara sumber dari Insists, institut Islam terbesar di negeri Jiran, tersebut akan melanjutkan lawatannya dan akan singgah ke beberapa perguruan tinggi swasta di tanah air. (DM/cih) 
 


Terkait