Warta

TNI Jalin Kerjasama dengan Pesantren

Jumat, 9 Juli 2010 | 02:27 WIB

Kediri, NU Online
Berkaitan dengan munculnya beragam gejala yang berpotensi besar mereduksi kedaulatan bangsa Indonesia, seperti munculnya gerakan sparatis lokal di Papua dan Maluku, serta berkembangnya ideologi trans-nasional, Tentara Negara Indonesia (TNI) berencana menjalin kerjasama dengan pesantren dalam upaya membangun dan mempertahankan keutuhan negara Indonesia.

Hal itu terungkap dalam seminar nasional bertajuk "Peran Pesantren dalam Membangun Pertahanan Nasional" di kompleks Aula Muktamar Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Kamis, (8/7).<>

Dalam seminar tersebut, setidaknya ada tiga poin penting yang disampaikan dan patut diwaspadai oleh masyarakat berkaitan dengan kedaulatan Negara Indonesia.

Pertama, maraknya isu Pan-Islamisme dengan mengusung tema Khilafah Islamiyyah. Konferensi Khilafah Internasional oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Istora Senayan beberapa waktu lalu, dapat disebut sebagai bentuk ekspose idieologi ini.

Kedua, ideologi trans-nasional kebudayaan. Dengan dukungan media yang 'bebas', ideologi ini semakin berkembang masif dan mengakibatkan pergeseran cara berpikir dan berprilaku masyarakat yang konsumtif, instan, dan cenderung tidak lagi menghargai dan melestarikan kebudayaan lokal.

Ketiga, ideologi trans-nasional dalam bidang ekonomi. Praktek ekonomi liberal yang menggunakan rezim pasar bebas merupakan cerminan berkembangnya ideologi ini. Maraknya perang dagang antar negara dan praktik dumping merupakan ancaman terhadap eksistensi ekonomi lokal dan nasional. Sehingga, cepat atau lambat akan berimbas pada kebangkrutan ekonomi baik dalam skala lokal maupun nasional. Ideologi-ideologi tersebut di atas dianggap berpotensi besar menggempur kesatuan bangsa ini.

Komandan Sunardi yang hadir dalam seminar mewakili Pangdam V Brawijaya, Suwarno, kepada NU Online mengatakan, "Pertahanan nasional itu terdiri dari ketahanan ideologi, politik, sosial budaya, ekonomi, dan keamanan. Ketika salah satu ketahanan komponen tersebut rapuh, maka akan berpengaruh buruk pada ketahanan komponen yang lain,"  kata Sunardi dalam jumpa persnya.

Lebih lanjut, ketika ditanya mengenai apa peran santri guna memperkokoh pertahanan nasional, Komandan Sunardi mengatakan, "Dalam Undang-Undang Nomer 34 Tahun 2004 tentang TNI atau termasuk UU Pertahanan RI disebutkan bahwa, sistem pertahanan negara itu terdiri dari tiga komponen; komponen utama, komponen cadangan, dan komponen pendukung.

Komponen utama itu TNI dan Polri, komponen cadangan rakyat terlatih, dan komponen pendukung adalah sumber daya alam serta masyarakat. Nah, santri-santri pondok pesantren itu apabila dilatih dapat menjadi cadangan nasional dalam pertahanan nasional," kata Komandan Sunardi dalam jumpa persnya.

Mengenai pelatihan apa yang akan diberikan TNI kepada para santri, Sunardi mengatakan masih menunggu undang-undang tentang komponen cadangan yang saat ini masih digodok kementrian pertahanan dan akan diajukan ke DPR untuk disahkan. Jika undang-undang tentang komponen cadangan sudah disahkan, maka akan segera diadakan pelatihan-pelatihan.

Sementara itu, menanggapi asumsi masyarakat yang menganggap bahwa teroris itu lahir dari pesantren, Sunardi mengatakan, "Salah besar kalau pesantren itu dikatakan sarang teroris, pesantren itu sarang ulama. Saya tidak setuju itu," katanya.

Dalam catatan sejarah, peran serta pondok pesantren dalam membangun dan mempertahankan keutuhan negara Indonesia memang cukup besar. Sebagai lembaga pendidikan tradisional yang telah berdiri jauh sebelum Negara Indonesia terbentuk, pondok pesantren pada masa revolusi fisik merupakan salah satu pusat gerilya dalam perang melawan Belanda. Banyak santri membentuk barisan Hizbullah yang kemudian menjadi embrio terbentuknya Tentara Nasional Indonesia.

Lebih dari itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pesantren merupakan kubu pertahanan mental pada masa-masa kolonial. Artinya, pesantren tidak hanya sebagai lembaga pertahanan fisik terhadap intimidasi dan senjata penjajah, namun pesantren juga menjadi kubu pertahanan yang bersifat mental ataupun moral.

Jika di era kolonialisme pesantren berperan sebagai kubu pertahanan rakyat dalam melawan penjajah, maka pada era globalisasi ini pesantren kembali ditantang untuk berkiprah dan menjadi solusi bagi masalah yang dihadapi bangsa ini.

Sebab itu, pesantren perlu membekali santri-santrinya dengan beragam fan keilmuan agar kelak tidak hanya mewarnai bangsa ini, namun mampu membawanya menuju ke tahap sebagai negara yang baldatun thayibatun wa rabbul ghafur. Semoga. (mka)


Terkait