Bangkok, NU Online
Pemerintahan Thailand mengancam akan menutup sejumlah pondok pesantren di kawasan Selatan yang mayoritas berpenduduk Muslim. Pemerintah menuduh beberapa pondok pesantren itu digunakan sebagai kamp pelatihan bagi kaum gerilyawan separatis. Demikian sunnahonline, Rabu.
Disebutkan dalam laporan itu, para guru di beberapa madrasah dituduh terlibat dalam kerusuhan yang mengakibatkan lebih dari 250 orang tewas tahun ini dalam kasus-kasus serangan terhadap para biksu Buddha, para anggota aparat keamanan dan pegawai negeri.
<>Menurut surat kabar The Nation yang terbit di Bangkok, 21 buah pesantren di provinsi Yala, Pattani dan Narathiwat di selatan kini terancam ditutup. Para pemilik madrasah-madrasah itu dapat dipenjarakan jika mereka tidak membantu menyingkirkan gerakan-gerakan militan di pondok-pondok mereka.
Seperti ramai diberitakan, muslim Thailand mendapat perlakuan diskriminatif selama bertahun-tahun. Pada bulan Juni lalu, lebih 100 pelajar Islam di Pattalung, Thailand mengadu pada Mentri Pendidikan setelah mereka dilarang memakai jilbab di sebuah sekolah vokasional.
Warga muslim di tiga propinsi; Pattani, Yala dan Narathiwat telah sejak lama mengeluh atas sikap diskriminatif negara itu memperlakukan warga muslim.
Tanggal 29 April lalu, sebanyak 112 warga muslim Pattani dibantai polisi di dalam masjid. Muslim Thailand berjumlah sekitar 5 juta dari total penduduk sebanyak hampir 57 juta orang. Mereka sebagian besar bertempat di Thailand bagian selatan yang berbatasan dengan Malaysia. Mayoritas guru dan tokohnya belajar di Malaysia dan Timur Tengah.
Dalam sebuah perjalanan dari Bandara Thailand ke Mesir beberapa waktu lalu, NU Online sempat berbincang dengan beberapa siswa Al-Azhar dari Thailand. Katanya, setiap tahun siswa yang berangkat ke Mesir mencapai ratusan. (MA/io)