Boyolali, NU Online
Sebagai organisasi kemasyarakat berbasis keulamaan NU harus konsisten menterjemahkan makna khittah secara komprehensif dan holistik kepada masyarakat, bahkan kalau perlu sampai kepada hal yang paling tekhnis operasional agar tidak menimbulkan salah tafsir, karana kesalahan tafsir khitah 1926 dapat menimbulkan dampak politisasi NU dalam kancah politik.
Demikian diungkapkan salah seorang muktamirin asal PCNU Lumajang, Abdul Basith, SH, kepada NU Online, Selasa (30/11). Menurutnya, soal pemaknaan khittah 1926 harus secara mendetail, karena tidak semua warga NU, khususnya yang ada di tingkatan paling bawah sering dibingungkan, apalagi menyangkut hubungannya dengan politik. “Selama ini interpretasi khittah 1926 selalu ditafsiri berbeda oleh para pimpinanya, kita yang dibawah sering tak mengerti,” katanya.
<>Menurut mantan aktivis PMII Lumajang tersebut, NU harus tetap konsisten menterjemahkan makna khitah secara komprehensif dan holistik kepada masyarakat, jangan sampai NU hanya terus menerus dilingkari oleh persoalan-persoalan politik praktis yang menguras energi sehingga mengabaikan tugas utamanya melayani kebutuhan umatnya, memikirkan nasib bangsanya dan memperjuangkan harkat dan martabat wong cilik. “Karena esensi tugas berat NU lebih menitikberatkan bidang pendidikan, dakwah, advokasi, pemberdayaan sosial ekonomi warga menuju masyarakat sipil,” katanya bersemangat.
Untuk itu, lanjutnya sejauh mungkin NU harus mengambil jarak dengan kekuasaan. “Menjaga jarak dengan kekuasaan bukan berarti antikekuasaan. NU justru harus ikut membangun pilar kekuasaan demokratis melalui proses pencerdasan spiritual, intelektual, dan emosional kader-kadernya pada lembaga pendidikan formal, informal agar lahir negara yang kuat dan adil,” ulasnya.
“Saat kader NU menduduki kekuasaan, harus dipelihara sejauh mungkin peran kritis-organisatoris NU terhadap kekuasaan dalam kerangka membangun clean goverment. NU mesti menjadi bagian penting diskursus moral, kultural, intelektual dalam pencerahan warga bangsa bagi kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya,” tambahnya lagi.
Lantas apa prasyarat menuju kesana ? lelaki muda yang sempat menjadi wartawan di Lumajang ini mengatakan, untuk merealisasi tujuan ideal itu, harus melakukan langkah dan strategi yang tepat, NU harus mampu menjaga independensinya dengan partai politik.
“Kasus rangkap jabatan kader di NU dan partai politik harus dihindari tanpa kecuali, karena hanya akan mempersulit kinerja NU sebagai organisasi. Dan NU harus menjadi orang tua yang bijak, mampu mengayomi dan menyantuni semua kadernya di berbagai partai politik,” ulasnya seraya berharap muktamar kali ini dapat menyentuh esensi khitah ini. (cih)