KH Mustofa Bisri yang kerap disapa Gus Mus merupakan sosok multilatenta, selain sebagai figur kiai pengasuh pondok pesantren Roudlotul Mubtadiin Leteh, Rembang, ia juga penulis cerpen, puisi, artikel, esai, dan penyair, bahkan juga popular sebagai pelukis.
”Karya sastra Gus Mus layak disebut sastra yang bersahaja,” kata Redyanto Noor dalam Gebyar Budaya 2009: Guyub Rukun Bareng Gus Mus di kampus IAIN Walisongo Semarang, Rabu (26/3) lalu seperti dilaporkan kontributor NU Online Syaiful Mustaqim.<>
Menurut Redyanto, kebersahajaan sastra Gus Mus dirangkum dalam lima hal: tipografi, bunyi, diksi, imaji, dan makna. Dosen Program Magister Ilmu Susastra Undip ini menjelaskan kaitannya dengan tipografi karya Gus Mus bisa dikatakan aneh dan nyeleneh. Sebab, susunan baris, bait, kata, kalimat, paragraf sama sekali tidak terikat struktur visualisasi yang teoritis. Sehingga kesederhanaan tipografinya itu menjadikan pembaca mudah memahami karya-karyanya.
Dalam hal bunyi, kata Redyanto, karya Gus Mus telah memperdengarkan orkestrasi yang sangat simponis--sederhana tanpa terikat bunyi berat pada vokal dan konsonan maupun bunyi ringan pada vokal dan konsonan. Sementara itu, dalam diksi (pemilihan katanya) tidak terlalu menggunakan kata-kata hebat dan dahsyat akan tetapi sewajarnya yang sering digunakan dalam dalam bercakap-cakap maupun bergurau.
Sedangkan, imajinasi Gus Mus hanya berkutat pada keadaan disekitarnya saja. Dan dalam hal makna setelah membaca dan menganalisa karya sastra Gus Mus bisa saja dijadikan tauladan sebelum melakukan rutinitas sehari-hari.
Pembicara lain, Ahmad Tohari mengungkapkan, Gus Mus telah melewati sebuah fase, yakni berbudaya Islam. Dia menjelaskan, dalam setiap karyanya Gus Mus telah menebar konsep rahmatan lil 'alamin yang dihiasi dengan akhlakul karimah.
"Sekali lagi, Gus Mus telah melewati satu tahap yakni berbudaya Islam," kata penulis novel Ronggeng Dukuh Paruk.
Apapun bentuknya entah kritik, saran, masukan dari orang lain bagi Mustofa Bisri menganggap yang ada dihadapannya adalah guru yang mengajarkan ilmu. Semakin banyak kritik, saran dan masukan dirinya mengaku bersyukur dan mengapreasiasinya kepada pembaca karya-karyanya.
"Dengan banyaknya kritik dan saran karya-karya saya berikutnya akan semakin berkualitas," harapnya.(nam)