Warta

Sarbumusi Tolak Sistem Kontrak Buruh

Rabu, 17 November 2004 | 04:16 WIB

Jakarta, NU Online
Belakangan ini kebijakan karyawan kontrak menjadi fenomena baru dalam dunia tenaga kerja di Indonesia. Banyak sekali sektor yang dulu dikerjakan oleh pegawai tetap saat ini dikerjakan tenaga kontrakan.

“Sarbumusi menentang penggunaan tenaga kontrakan atau yang biasa disebut outsourcing. Sebenarnya outsourcing dibenarkan UU apabila pekerjaannya bukan pekerjaan pokok, tetapi saat ini banyak disalahgunakan pada pekerjaan yang sifatnya tetap,” ungkap Ketua Sarbumusi H. Junaidi Ali.

<>

Outsourcing tidak pernah memberi kepastian pada buruh tentang masa depannya karena mereka tidak pernah bisa menjadi pegawai tetap dan setiap saat kontraknya bisa dibatalkan. Dengan kebijakan ini, perusahaan menghubungi CV yang melakukan kontrak dengan buruh sehingga buruh menjadi komoditas antara perusahaan dan CV penyedia tenaga kerja.

Dalam kondisi ini, tidak mungkin buruh menuntut atau melakukan demo pada perusahaan tempatnya ia bekerja karena hubungan kerjanya dia bukan dengan perusahaan, tetapi dengan CV yang mempekerjakan dia. Posisi demikian sangat menyulitkan buruh.

“UU no 13 masih menyelesaikan beberapa persoalan yang harus segera diamandemen, termasuk masalah outsourcing yang banyak disalahgunakan oleh perusahaan. Dengan sistem ini, perbudakan akan berlaku,” tambahnya.

Pendefinisian tentang pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan dalam hal ini menjadi penting pada satu perusahaan sehingga buruh tahu dalam posisi apa ia bekerja. Untuk pekerjaan sampingan, sistem kontrak secara terus menerus boleh sedangkan untuk pekerjaan yang sifatnya pokok, kontrak maksimal 2 kali.

Banyak perusahaan yang memberlakukan sistem kontrak selama tiga bulanan. Dengan sistem ini, setiap tiga bulan sekali, buruh dinilai kinerjanya. Jika dianggap baik, maka kontraknya diperbaharui, tatapi jika tidak ia tidak mungkin lagi bekerja diperusahaan tersebut.(mkf)

 


Terkait