Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi), badan otonom NU yang membawahi buruh akan menyelenggarakan kongres akbarnya yang pertama, pasca dikukuhkan sebagai badan otonom pada pertengahan Juli 2010 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta.
Ketua Umum Sarbumusi H Junaidi Ali menjelaskan, sebenarnya kongres ini akan diselenggarakan sebelum muktamar NU, mengingat Sarbumusi juga ditetapkan sebagai badan otonom NU pada saat Muktamar ke-31 di Solo, tetapi diputuskan untuk diundur.<>
Kongres kali ini mengambil tema “Meneguhkan Jatidiri Sarbumusi sebagai Organisasi Profesi dalam Era Kebebasan Berserikat” dengan subtema, “memperjuangkan Keseimbangan antara Kewajiban dan Hak dalam Hubungan Industrial”.
Mereka yang diundang dalam kongres ini meliputi pengurus wilayah dan cabang Sarbumusi yang tersebar di seluruh Indonesia. Saat ini Sarbumusi telah memiliki anggota 96.000 sesuai yang tercatat di Kementerian Transmigrasi dan Tenaga Kerja yang berada dibawah naungan 60 PDC dan 2 DPW yang meliputi Jawa Timur dan Riau. Selain itu diundang pula 450 basis, Sarbumusi setingkat perusahaan dan tak lupa PWNU dan PCNU untuk membantu mendorong perkembangan sarbumusi di daerahnya masing-masing.
Upaya pembentukan kepengurusan wilayah sebenarnya telah dilakukan, tetapi banyak yang terkendala dalam perekrutan anggotanya agar bisa diakui keberadaannya sesuai dengan UU no 21 tentang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh.
“Pengembangan Sarbumusi masih menjadi kendala karena masih ada yang beranggapan seperti ormas yang asal klaim saja. Sarbumusi merupakan organisasi profesi yang harus jelas anggotanya, tak bisa asal klaim,” terangnya.
Sebagai organisasi buruh yang didirikan oleh para ulama, ia menjelaskan Sarbumusi memiliki ciri tersendiri dibandingkan dengan organisasi buruh lainnya. “Jika organisasi buruh lain memperjuangkan haknya, kita menjaga keseimbangan dengan mendahulukan kewajiban sebagai buruh, baru haknya,” paparnya.
Terdapat tiga tujuan penting yang digariskan oleh para pendiri, yaitu perlindungan buruh dan keluarganya, peningkatan kesejahteraan buruh dan keluarga serta peningkatan keimanan buruh dan keluarga. Salah satu perwujudannya adalah mendahulukan prinsip musyawarah dan mufakat dibandingkan melakukan mogok.
Misi Dakwah
Selanjutnya, Sarbumusi juga melakukan dakwah dengan menanamkan nilai-nilai islam ahlusunnah wal jamaah kepada para anggotanya. Ia berharap agar para anggotanya bisa memaksimalkan dan mengisi kegiatan dakwah di masjid-masjid yang ada di masjid.
Dijelaskannya, meskipun berada dibawah naungan NU, Sarbumusi diwajibkan menerima anggota yang berasal dari agama apa saja karena UU Perburuhan melarang adanya pendekatan sektarian atau golongan dalam perekrutan anggotanya. “Disini sekaligus menjadi lahan dakwah bagi kita,” tandasnya.
Ssarbumusi didirikan sebagai organ NU pada tahun 1955 yang merupakan penentang utama serikat buruh milik PKI. Dalam sejarahnya, Sarbumusi sudah menyelenggarakan kongres sampai tiga kali. Sayangnya, masa orde baru yang mengharuskan seluruh buruh menyatu dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) sehingga Sarbumusi vakum sampai akhirnya aktif kembali pada pasca reformasi. (mkf)