Warta

Rozy Munir: Biarkan Kader NU Berkompetisi Secara Fair dalam Pilkada

Senin, 14 Februari 2005 | 06:30 WIB

Jakarta, NU Online
Pemilihan kepala daerah secara langsung akan melibatkan seluruh anggota masyarakat, baik di partai, lembaga ataupun organisasi masyarakat. Dalam hal ini, walaupun NU tidak terlibat secara langsung, tetapi juga akan ikut terpengaruh. Kemungkinan besar akan ada banyak kader NU melalui berbagai partai yang akan mencalonkan diri.

“Dalam hal ini kita serahkan saja pada kompetisi yang fair, yang penting mereka telah memenuhi persyaratan dan bermanfaat bagi umat khususnya NU, dan perlu didoakan sebab kita tidak boleh terlibat secara langsung. Tapi dalam prakteknya tentu sulit,” tandas Ketua PBNU Rozy Munir yang merupakan mantan anggota Pengawas Pemilu Pusat.

<>

Dijelaskannya bahwa calon-calon yang memiliki latar belakang NU secara teori mungkin tidak mempengaruhi kelembagaan struktural NU, tetapi prakteknya bisa saja terjadi tarik menarik. Mungkin satu calon dari PKB dan satunya PPP padahal mereka semua anggota aktif dari NU.

“Jangan sampai Pilkada mengganggu keutuhan NU, tetapi kalau kita tidak berikhtiar, tidak juga melakukan hal-hal yang sifatnya strategis, maka bisa saja pengurus disalahkan oleh warganya. Betul ini satu dilema,” tambahnya.

Keputusan muktamar menyatakan bahwa NU bukan partai dan dalam hal calon mencalonkan dari pengurus khususnya yang teken kontrak jamiyah adalah rais aam wakil rais aam dan ketua umum dan ini bisa dianalogikan ke daerah. Sehingga harus mundur apabila mencalonkan.

Pengurus Wilayah NU Jawa Timur telah membuat edaran ke cabang-cabang yang melarang seluruh ketua tanfidziyah dan rais syuriyah untuk mencalonkan diri atau menentukan pencalonan di Jawa Timur.

“Yang penting adalah bagaimana wilayah dan para kyai mengantisipasi hal ini karena Pilkada itu merupakan yang pertama dan ada daerah-daerah tertentu yang rawan konflik SARA, emosionalnya lebih tinggi mengalahkan rasionalitas, money politik, dan lainnya,” tandasnya.

Pertarungan ini memperebutkan satu-satunya kursi tertinggi di daerah dan bisa jadi segala-galanya. Ini harus dicermati secara baik sebab bisa saja bagi orang yang mengganggu NU semua bisa serba salah, mau berbuat ini salah dan berbuat sebaliknya juga salah.

Bagi partai yang sedang berkuasa tentu ingin melanggengkan kekuasaannya terhadap kontrol atas pemerintah daerah, kemudian bagi calon yang sudah menjadi kepala daerah sudah memiliki modal dasar.


Dalam Pilkada ini, NU memang tidak memiliki hak, tapi disisi lain, NU memiliki warga di wilayah tersebut sehingga memiliki kepentingan, tentunya jika warganya mayoritas, masalah kesejahtaraan lahir dan batin sangat penting. Karena itu NU akan melihat dan mencermati, calon mana yang sesuai ditambah kriteria kepemimpinan ala NU seperti amanah, shodiq, fathonah, dll.

Rozy Munir juga mengusulkan bahwa visi, misi dan komitmen harus diungkapkan secara tegas dan kalau tidak dilakukan sesuai apa yang disampaikan atau dijanjikan pejabat tersebut harus bisa diimpeachment. ”Karena itu, NU harus bisa merangkul semuanya sehingga tumbuh satu sinergi untuk mengembangkan bahwa NU memiliki tujuan dalam meningkatkan kesejahtaraan ummat

Untuk tahun 2005 ini akan terdapat kurang lebih  225 kota dan kabupaten dan 13 propinsi yang akan dilakukan pemilihan secara langsung. Tahap pertama pemilihan tersebut akan dimulai pada awal Juni 2005.

Rozy Munir mengungkapkan masih terdapat beberapa kelemahan dalam UU Pilkada kali, misalnya yang melaksanakan Pilkada adalah KPUD dan dalam hal ini KPU Pusat hilang kontrolnya dan yang bertanggung jawab adalah DPRD. Fungsi DPRD adalah lembaga pembuat UU dan kontrol tetapi disisi lain Panwas Pilkada dilakukan sendiri oleh DPRD yang harus independen.(mkf)


 


Terkait