Rais Aam KH. M.A Sahal Mahfudh Serukan Depolitisasi NU Dalam Pidato Sambutannya
Ahad, 28 November 2004 | 05:01 WIB
Solo, NU Online
Meski NU tidak melarang warganya untuk berpolitik praktis yang menjadi haknya sebagai warga negara, akan tetapi kurangnya pemahaman warga NU terhadap Khitthahnya atau ketidak konsistenan mereka terhadap pedomannya itu, membuat mereka sering melibatkan NU sebagai insitusi dan mengabaikan kepentingan yang lebih besar, yaitu Kepentingan NU dan Indonesia.
Demikian dikemukakan Rais Aam PBNU KH A. M Sahal Mahfudh dalam pidato pembukaan Muktamar NU ke- 31 yang dihadiri ribuan delegasi muktamar dari cabang-cabang seluruh Indonesia dan undangan, Minggu (28/11).
<>Selain delegasi dari PCNU, PWNU dan para Kiai Sepuh NU dari seluruh Indonesia, pembukaan Muktamar yang dimulai tepat pukul 08.10 WIB tersebut, juga dihadiri Presiden Republik Indonesia Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono yang akan meresmikan pembukaan Muktamar dan Ibu Negara Ny. Hj. Ani SBY, Gubernur Provinsi Jawa Tengah H. Mardiyanto dan Istri, Menteri Agama Maftuh Basyuni, Meneg Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Syaifullah Yusuf, Menko Perekonomian Abu Rizal Bakri, Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra, Menko Polkam Widodo AS, Ketua Mahkamah Konstitusi Prof.Dr. Jimly Asshiddiqi, Ketua Komisi VI DPR-RI Hj. Khofifah Indarparawansyah, Mantan Menteri Agama Dr. H. Said Aqil Husein Al-munawar, Mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, para duta besar negara-negara sahabat, dan menurut laporan Ketua Panitia Muktamar NU ke- 31 H. Ahmad Baghja, muktamar juga dihadiri para peninjau dan pengamat dalam dan luar negeri yang berjumlah sekitar 1500 orang.
Sedangkan Mantan Ketua Umum PBNU KH. Abdurrahman Wahid hadir sesuai dengan janjinya dengan melakukan aksi jalan kaki persis setelah rombongan Presiden Susilo B. Yudhoyono dan para menteri duduk di arena Muktamar pukul 08.00 WIB. Tentu saja kehadiran Mantan Presiden Republik Indonesia tersebut menyita perhatian hadirin, para pengamat, dan wartawan dalam dan luar negeri. Karenanya, para peserta muktamar berebut menyalami Gus Dur, secara spontan sejumlah anggota Banser pun melakukan pengawalan dengan membuat rantai manusia mengelilingi Gus Dur.
Dalam pidato yang disampaikan setelah sambutan Gubernur Provinsi Jawa Tengah H. Mardiyanto di hadapan ribuan muktamirin, undangan dan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono beserta Ibu Negara NY. Hj. Ani SBY, Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. A. M Sahal Mahfudh selain mengungkapkan tentang berjalannya program-program yang diamanatkan muktamar ke- 30 di Kediri lima tahun yang lalu, juga pengakuan tentang adanya beberapa program yang tidak berhasil dijalankan.
Terhadap program yang berhasil dijalankan, Rais Aam yang akrab dipanggil kalangan muda NU dengan Mbah Sahal ini mendeskripsikannya sebagai pengalaman manis, sebaliknya, program-program yang gagal dijalankan dideskripsikannya sebagai pengalaman pahit.
Meski pahit, yang namanya pengalaman tetap saja berharga, sebagaimana dikemukakan KH A. M Sahal Mahfudh dalam pidatonya. “Lima tahun perjalanan telah memberi kita pengalaman dan pelajaran. Pahit sekalipun, pengalaman dan pelajaran sangatlah berharga bagi langkah - langkah perjuangan dan khidmah kita selanjutnya. Terutama apabila kita mampu mencerdasi dan mengambil hikmah pelajarannya,”katanya menegaskan dalam pidatonya yang membuat semua yang hadir hening, menyimak.
Belajar dari pengalaman pahit itu, sebagai Rais Aam (pemimpin tertinggi di organisasi NU: Red.), KH. A. M Sahal Mahfudh dengan jujur berani melakukan otokritik terhadap organisasi yang dipimpinnya ini. Dan di depan ribuan peserta muktamirin, hadirin undangan dan Presiden Susilo B. Yudhoyono, dia mengungkapkan,”Kalau kita mau mencermati, pengalaman pahit yang kita alami umumnya disebabkan oleh kurang konsisten kita dalam mengamalkan Khitthah kita sendiri. Khitthah Nahdlatul Ulama yang menjadi landasan berpikir, bersikap dan bertindak. Dan karenanya kita menjadi sangat rentan terhadap pengaruh luar yang tidak menguntungkan,”lanjutnya.
Meski tidak bisa memungkiri bila faktor dari luar organisasi sangat mempengaruhi, namun dengan sangat yakin Rais Aam KH. A. M Sahal Mahfudh mengandaikan pengaruhnya tidak akan berarti apabila pengurus tetap teguh memegang Khittah NU yang menjadi landasan berpikir, bersikap dan bertindak.
Selanjutnya, KH. A. M Sahal Mahfudh berusaha meyakinkan semua yang hadir dengan mengatakan,”Bahkan, iming-iming yang menarik kepada kepentingan politik praktispun pengaruhnya akan dapat kita netralisir,”tandasnya disambut gemuruh tepuk tangan hadirin.
Masalahnya, kata KH. A. M Sahal Mahfudh melanjutkan pidato otokritiknya, keterlibatan warga NU, baik s