Warta

Profesional Muda NU Berkumpul di IPB

Senin, 28 Juli 2008 | 03:20 WIB

Bogor, NU Online
Kelompok Profesional Muda Nahldatul Ulama (NU) bersama Akademisi NU Insitut Pertanian Bogor (IPB), berkumpul di Ruang Executive Pascasarjana, Kampus IPB Branangsiang, Bogor, Ahad (27/7).

Kegiatan yang dilakukan dengan model roundtable tersebut mengambil tema “Brainstorming dan sharing untuk penguatan kapasitas Nahdliyin,” yang dipandu oleh Direktur Recognition and Mentoring Program (RAMP) IPB dan Dosen Manajemen Bisnis Pascasarjana IPB, Dr Aji Hermawan MM.<>

Sedikitnya 50 orang mengikuti kegiatan itu. Antara lain berasal dari kelompok profesional muda NU, yang terdiri dari akademisi, peneliti, konsultan komunikasi, praktisi pertanian, hingga praktisi ekonomi.

Tampak dalam rombongan ini Direktur Lembaga Kajian dan Survei Nusantara (LAKSNU) Gugus Joko Waskito, Ketua PP Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Idy Muzayyad, dan Ipang Wahid.

Sedangkan yang hadir dari kalangan akademisi Nahdliyin IPB antara lain Dekan Pascasarjana Prof Dr Khairil A. Notodiputro MS, mantan Dekan Fakultas Kehutanan Prof Dr Cecep Kusmana, anggota Dewan Guru Besar (Senat Akademik) dan Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Prof Dr Djumali Mangunwidjaja, Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdayaalam dan Lingkungan (PSL) Pascasarjana Prof Dr Surjono Hadi Sutjahjo, dosen Fakultas Matematika dan IPA Dr Toni Bakhtiar MSc, dan Ir Ifan Haryanto, MSc.

Dalam kesempatan tersebut, hadir pula mantan Ketua Pimpinan  Pusat Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (PP LP2NU) Ir Ismatul Hakim, MSc, Sekretaris PP LP2NU Drs Muhlas Ansori MSi, dan puluhan mahasiswa IPB anggota KMNU dan PMII.

Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur, KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah) dalam kesempatan itu mendesak agar warga NU (Nahdliyin) segera melakukan depolitisasi.

Langkah ini perlu segera dilakukan untuk menyelamatkan NU dari kehancuran. Pasalnya jika NU terus terlibat dalam aktivitas politik praktis, NU akan semakin ditinggalkan umat karena tidak ada manfaat yang bisa didapat dari NU.

Prof Djumali Mangunwidjaja, menyatakan sependapat dengan Gus Sholah. Menurut Djumali, dalam banyak hal NU mengalami kemunduran. Sebagai contoh, pada tahun 1950-an, NU telah mampu menerbitkan sebuah surat kabar bernama Duta Masyarakat, yang untuk zaman sekarang dapat disejajarkan dengan kualitas Kompas.

Djumali juga menyebut, bahwa NU semakin tidak berdaya dalam meningkatkan kesejahteraan warganya. “Perspektif ekonomi NU kecenderungannya semakin melemah dbandingkan dengan yang pernah dilakukan tahun 1950-an silam,” tegasnya.

Sedangkan Ir Ifan Haryanto MSc menyayangkan, warga NU yang mengalami mobilitas vertikal tidak memiliki kesamaan platform dalam berjuang. “Orang-orang NU yang tersebar di banyak partai, misalnya, seharusnya memiliki kesamaan platform dalam berjuang untuk NU dan bangsa. Inilah yang menjadi kelemahan, karena tidak ada visi bersama yang diperjuangkan,” tutur Ifan.

Harapan terhadap perbaikan NU juga disampaikan oleh Prof Dr Cecep Kusmana. Ia mengutarakan, sebagai akademisi, saat ini ia merasa biaya pendidikan begitu melangit. Kian lama biaya pendidikan semakin tidak terjangkau oleh masyarakat bawah, yang umumnya adalah Nahdliyin.

“Saya prihatin dengan semakin mahalnya biaya pendidikan. NU seharusnya dapat memikirkan masalah ini dengan baik, karena yang akan banyak terimbas oleh mahalnya biaya pendidikan adalah warga NU. Saya kira NU perlu membuat semacam blue frint pendidikan nasional,” kata Cecep. (hir)


Terkait