Warta

PMII Pertanyakan 117 Triliun Dana Selat Sunda

Selasa, 1 Desember 2009 | 12:12 WIB

Jakarta, NU Online
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) mempertanyakan dana Rp 117 triliun untuk pembangunan jembatan selat sunda. Alokasi dana sebesar ini dinilai bertentangan dengan konsep Indonesia sebagai negara maritim.

“Pemerintah mengalokasikan dana Rp 117 Triliun untuk pembangunan jembatan selat sunda. Ini pemborosan,” kata Ketua PB PMII Adien Jauharuddin di kantor PB PMII Jl Salemba Tengah, Jakarta Pusat, Selasa (1/12), di sela persiapan Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas) PMII yang akan dilaksanakan pekan depan di Manado, Sulawesi Utara.<>

Muspimnas akan diadakan pada 9-14 Desember di Balai Diklat Diknas Provinsi di Kecamatan Pineleng, Manado. Tema besar yang akan diusung kali ini adalah “Memeratakan Pembangunan Kemaritiman demi Kejayaan 1000 Tahun Indonesia”.

Menurut Adien, anggaran senilai 117 Triliun tersebut sebenarnya bisa dialokasikan untuk menata kawasan pelabuhan di seluruh Indonesia. Bagaimana kemudian menyuntikkannya untuk meningkatkan nilai wisata maritim Indonesia.

“Jadi kritik buat pemerintahan SBY ya tolong pikirkan kembalilah jembatan selat sunda,” terangnya.

Adien berharap dengan membawa tema besar seputar konsepsi maritim ini, kedepan kaderisasi di internal PMII juga bisa merubah cara pandang kader-kader muda di daerah. Dengan pemahaman ini, menurutnya, memandang kemaritiman berarti bukan sekedar melihat persoalan laut dan ikan.

Untuk mengeksplorasi keunggulan maritim Indonesia, menurutnya, harus ada pemahaman komprehensif agar pembangunan nasional antara laut dan daratan seimbang, juga antara Indonesia timur dan Indonesia barat.

Dia berpendapat, problem yang ada saat ini juga bisa dilihat masih belum adanya payung hukum yang mengatur tata kelola kemaritiman. Selama ini kebijakan yang muncul selalu bersifat interdepartemen, dan berjalan sendiri-sendiri.

Sebagai contoh, urainya, adanya Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakormala) disatu sisi, tapi di sisi  lain juga ada Dewan Maritim Indonesia. “Belum lagi setiap departemen punya kebijakan yang tidak saling terintegrasi. Ini kan negara kesatuan,” pungkasnya. (nam)


Terkait