Warta

PMII: Jangan Politisasi Kasus Munir

Selasa, 18 September 2007 | 14:16 WIB

Jakarta, NU Online
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) mendukung penuh pengusutan tuntas kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir. Namun, organisasi berbasis mahasiswa Nahdlatul Ulama itu sangat berharap agar pengusutan kasus tersebut tidak sampai dipolitisasi seperti anggapan banyak pihak selama ini.

”Banyak pihak melihat bahwa kasus ini penuh dengan muatan politik atau intervensi dunia internasional. Dan, politisasi ini sangat menyesatkan dalam proses law enforcement yang sebenarnya,” kata Ketua Umum Pengurus Besar PMII Hery Haryanto Azumi kepada wartawan di Graha Mahbub Junaidi, Jakarta, Selasa (18/9).<>

Hery mengemukakan hal itu menanggapi pengusutan kasus Munir yang diduga melibatkan sejumlah oknum dalam institusi Badan Inteljen Negara (BIN). Menurutnya, pengusutan kasus Munir belakangan ini semakin tidak jelas, karena diduga ada intervensi
poliltik.

”Seperti masuknya nama Pak As’ad (Wakil Kepala BIN), saya kira nggak mungkin beliau itu terlibat. Apa kepentingannya?” ungkapnya.

Selain masalah kasus Munir, PMII juga menyoroti langkah Todung Mulya Lubis, kuasa hukum majalah “TIME”, yang membawa persoalan putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengalahkan kliennya dari mantan Presiden Soeharto, ke asosiasi wartawan internasional di Inggris.

PMII mengingatkan kepada warga bangsa Indonesia agar tidak terlalu gampang membawa persoalan dalam negeri ke forum internasional. ”Stop internasionalisasi masalah. Internasionalisasi sama dengan kita mengundang singa untuk masuk ke dalam rumah guna mengusir serigala dari rumah kita,” katanya.

Menurutnya, bangsa Indonesia harus berhati-hati dalam membawa masalah dalam negeri ke luar negeri. Sebab, katanya, semakin lama Indonesia akan terus berada dalam kontrol asing dalam berbagai hal. ”Jika itu diteruskan, maka tidak ada masalah dalam negeri Indonesia yang tidak terpengaruh terhadap situasi global,” tuturnya.

Karena itu, lanjut Hery, bangsa Indonesia ke depan harus selektif menerima pengaruh pengaruh asing atau dalam membuka masalah-masalah kebangsaan. Tidak adanya seleksi, katanya, bisa membuat Indonesia semakin terpuruk dalam pertarungan modal asing yang telah lama bermain dan berebut pengaruh di Indonesia.

“Adanya kecenderungan untuk mencari penyelesaian masalah dalam negeri secara internasional harus direspon oleh pemegang otoritas hukum di Indonesia dengan memperbaiki sistem, bukan dengan memenuhi setiap tuntutan internasional,” ungkapnya. (rif)


Terkait