Rapat pleno syuriyah PBNU yang berlangsung Rabu (29/10) membahas sejumlah masyarakat yang mengemuka dalam masyarakat. Tiga masalah penting yang dibahas adalah perluasan mas’a, jamarat dan mabid di luar mina, plasenta untuk bahan kosmetik dan obat serta kawin sejenis.
Hadir dalam rapat yang berlangsung di Gd PBNU Rais Aam KH Sahal Mahfudz, Wakil Rais Aam KH Tolhah Hasan, KH Makruf Amin, KH Hafidz Utsman, KH Masyuhi Naim dan lainnya yang memenuhi ruang rapat di lt 5.<>
Akibat meningkatnya jumlah jamaah haji, terjadi perluasan jamarat, sai an mas’a dan memperluas jamarat dengan bangunan bertingkat. Maka muncullah pertanyaan hokum, apakah perubahan ini dapat dibenarkan oleh syara dan tidak mengakibatkan tidak sahnya haii seseorang, ini merupakan sebuah pertanyaan penting bagi jamaah haji, apalagi jika dikaitkan dengan kenyataan kepergian ibadah haji merupakan puncak investasi seumur hidup seorang muslim.
Untuk membahas masalah ini, PBNU mengundang narasumber dari Litbang Depag yang sebelumnya sudah mengadakan penelitian mengenai masalah ini. Hadir dari Depag Prof Dr HM Atho Mudzhar, Dr H Ahsin Sakho Muhammad dan Dr Muslih Abdul Karim.
Permasalahan kedua adalah penggunaan plasenta atau ari-ari yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan kosmetik dan obat-obatan. Sebagai bagian dari organ manusia, bagaimana hukum pemanfaatan tersebut. Untuk tema ini, narasumber dari Balai Pengawasan Obat dan Makanan (POM) dihadirkan.
Dari data yang disampaikan pada pertemuan ini, terdapat 44 merek kosmetik yang dan 6 merek obat yang mengandung plasenta. Produk kosemetik kebanyakan untuk pemutih wajah seperti Placenta UV-Whitening Body Lotion, Placenta Whitening Face Toner Rose, Platone Advanced Placenta Serum dan lainnya.
Sementara produk obat yang mengandung plasenta adalah Bioplacenton (Kalbe Farma), Ceentabio (Sanbe Farma), Neplan (Konimex), Nufaplast (Nufarindo), Laktafit (Dexa Medica), dan Moloco (Darya Varia).
Masalah terakhir yang cukup mengundang antusiasme publik adalah hukum nikah sejenis yang dipastikan memfasilitasi perilaku homo seksual atau lesbian yang nyata-nyata dihukumi terlarang dalam syariat Islam. Dalam Islam, perilaku penyimpangan seksual ini dijelaskan pada kisah umat Nabi Luth, yang akhirnya dilaknat oleh Allah.
Namun demikian, di era modern ini, sejumlah negara di Eropa telah mensahkan perkawinan sejenis ini sebagai bagian dari hak asasi manusia. Para Pelaku homo dan lesbian di berbagai negara, termasuk Indonesia dengan getol juga memperjuangkan sahnya pernikahan sejenis ini. (mkf)