Jakarta, NU Online
Terungkapnya kasus impor beras "Spanyol" (separo nyolong) atau setengah mencuri, dibukanya impor paha ayam, daging berpenyakit, impor gula berlebihan dan ilegal, bukan hanya menghancurkan struktur pertanian dan peternakan melainkan juga menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah terhadap nasib petani dan peternak di Indonesia.
"Karena itu, bentuk pendampingan yang selama ini dilakukan terhadap masyarakat petani dan peternak harus lebih ditingkatkan menjadi bukan sekedar pendampingan pada tingkatan tekhnis, seperti pemilihan bibit unggul, dan bantuan pembiayaan, melainkan lebih ke pemberdayaan hak-hak politiknya,"kata Direktur Pusat Kajian Pedesaan dan Pembangunan Regional Universitas Gadjah Mada Mochammad Maksum kepada NU Online, Selasa (7/9).
<>Ditambahkan oleh Maksum, bahwa tantangan masyarakat petani dan peternak di Indonesia lebih besar dibanding dengan masyarakat sektor yang sama di negara-negara lain. "Karena petani di negara - negara maju, bahkan negara berkembang seperti Philipina itu tidak dizalimi (ditindas) pemerintahnya, maka kebutuhan mereka hanya pendampingan yang bersifat tekhnis, seperti bantuan pembiayaan, maupun tekhnik bercocok tanam. Karena itu, kata Maksum, keadaan ini tentu berbeda dengan yang dialami para petani dan peternak di Indonesia yang justru dizalimi. Karena itu mereka membutuhkan pendampingan politik untuk memberdayakan hak-hak politik yang sampai saat ini masih mereka miliki,"papar pengamat ekonomi yang meraih gelar doktor bidang ekonomi dari Universitas Philipina ini.
Tampaknya penilaian Maksum bukan omong kosong. Dia menunjuk sejumlah kebijakan pemerintah yang justru sangat merugikan kaum petani dan peternak lokal, namun memberikan manfaat yang besar terhadap petani dan peternak asing. "Jika pemerintah ingin melindungi sektor pertanian, dan peternakan, seharusnya ia mengoreksi kebijakan impornya yang berkaitan dengan produk dari sektor - sektor itu. Saat ini yang terjadi sebaliknya, jangankan mengoreksi, volume impor beras pun tidak dipaparkan secara transparan. Karena ternyata jumlah beras yang diimpor dengan angka yang dilaporkan kepada pihak berwenang (Bea Cukai, dan Perusahaan Pelabuhan) tidak sama. Dan jumlah beras yang diimpor ternyata selama ini lebih besar dibanding angka yang dilaporkan. Kebijakan impornya saja sudah merugikan nasib para petani, apalagi dengan impor bermodus "Spanyol","tandas Maksum prihatin.
Terungkapnya praktik impor beras under invoice (merendahkan nilai volume impor dari volume sebenarnya) yang masuk melalui Pelindo II belum lama ini mengingatkan kita pada jatuhnya harga beras petani yang mencapai puncaknya pada akhir Juli lalu, (Baca artikel di media ini "Bea dan Cukai Harus Hentikan Impor Beras Selundupan, 30/7).
Praktik impor bermodus "Spanyol" atau under invoice memang harus segera dihentikan. Siapa pun pihak yang diuntungkan, petani dan negara juga yang akan dirugikan. Sebab, di satu pihak, praktik impor yang akan dilakukan dengan cara under invoice akan menambah total volume beras yang diimpor, sedangkan di pihak lain jumlah pajak (bea impor) yang harus dibayarkan kepada pemerintah sudah tentu lebih sedikit dari total volume sebenarnya.
Untuk mengingatkan siapa pun pemerintah yang berkuasa saat ini maupun nanti. Maksum mengajak semua pihak yang merasa peduli dengan petani untuk memberdayakan hak-hak politik mereka. Sebab dengan jumlah mereka yang mayoritas, kata Maksum, petani memiliki kekuatan tawar politik yang tinggi.
"Jika mereka dididik untuk memberdayakan hak-hak politiknya, seperti dengan cara demonstrasi di gedung DPR-RI, DPRD provinsi maupun kabupaten, tentu para anggota legislatif yang selama ini punya ketergantungan dukungan dari kaum petani dan peternak akan serius memperjuangkan kepentingan kaum petani dan peternak ini,"kata Maksum.
Maksum pun menambahkan, bahwa pemberdayaan politik seperti ini sudah lazim dilakukan terhadap kaum petani dan peternak di Philipina. Pengamat ekonomi yang juga salah seorang pengurus teras PWNU Yogyakarta ini juga mengungkapkan,"Kalau pendampingan terhadap petani dan peternak hanya bersifat tekhnis, maka pemiskinan yang selama ini dilakukan mereka tidak akan dapat dihentikan,"tuturnya.(Dul)