Warta

Pesantren Kiai Gading Mranggen Miliki SMK Prodi Pekerja Sosial dan Pariwisata

Sabtu, 28 Mei 2011 | 06:27 WIB

Demak, NU Online   
Mendengar pondok pesantren memiliki madrasah diniyah adalah biasa. Ada yayasan pesantren dikelola kiai, juga biasa. Tapi kalau sebuah ma’had (pesantren) mendirikan SMP dan SMK dengan program studi (jurusan) pekerja sosial dan pariwisata, tentu tidak biasa. Apalagi dipimpin seorang kandidat doktor psikologi UGM yang masih sangat muda, tambah luar biasa.

Itulah yang ada pada Pesantren Kiai Gading yang terletak di Dusun Gading Desa Candisari Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Di pondok ini, peran anak-anak muda sangat menonjol. Anak-anak dan para menantu pengasuhnya, KH Chumaidi, diberi peran lebih banyak mengurus ponpes dan semua isinya. Juga untuk mengembangkan. <>

Lokasinya benar-benar terpencil. Masuknya dari pertigaaan Perum Dolog Karanggawang Mranggen, sekitar 4 km dari pasar Mranggen. Belok ke kiri menyelusuri desa-desa yang masih sepi, tak kurang 8 km jauhnya. Jalannya masih berbatu dan berdebu. Jika hujan turun langsung berubah jadi kubangan kerbau.

Untuk menuju ke lokasi ini, hanya ada tukang ojek yang sepeda motornya rata-rata bebek agak baru. Jika malam, hari, jalur menuju ke lokasi sangatlah gelap. Tiada lampu penerangan kecuali jika ada rumah di pinggir jalan yang memasang neon di terasnya.

Ketika NU Online berangkat pukul 21.00, harus sering-sering bertanya kepada orang di setiap pertigaan, agar tidak kuatir salah jalan. Untung, nama kyainya, Mbah Chumaidi dan nama pondoknya terkenal. Sehingga semua orang bisa memberi arah yang jelas meski dalam gelap.

Siapa sangka, di tempat yang ”jauh dari peradaban” ini, terdapat pondok yang jadi tumpuan anak-anak untuk mendapat ilmu dan barokah. Sebab, semua santri tidak perlu membayar alias gratis. Hanya kebutuhan makannya saja yang disediakan oleh orang tua atau santrinya.

Soal ilmu, jangan tanya. Madrasah diniyah yang diselenggarakan malam hari, sama dengan umumnya pesantren lain. Pelajarannya sama, ilmu alat, tafsir Alquran, hadis, fiqih dan seterusnya. Jadwal kegiatan pondok juga tidak berbeda dengan di tempat lain. Juga TPQ-nya.

Namun yang unik, mereka bersama anak-anak dusun Gading dan sekitarnya pada pagi hari bersekolah formal di kompleks pes antren yang punya kebun siwalan ini. Yaitu di SMP dan SMK. Yang luar biasa, di SMK ini jurusan yang lebih banyak muridnya adalah Pekerja Sosial. Entah bermotivasi mencari pahala atau karena kepala sekolahnya, Fahsin M Fa’al (menantu Kyai Chumaidi) adalah aktivis LSM yang akan jadi doktor termuda UGM bidang Psikologi Sosial, maka ini 60% lebih dari 102 siswa memilihnya.

”Tak ada yang berpikir jadi tukang atau pekerja di SMK kami. Jurusan pekerja sosial ternyata paling diminati. Mungkin mereka melihat orang hebat seperti almarhum Gus Dur. Tokoh LSM yang kemudian jadi Presiden dan bapak bagi bangsa-bangsa lain. Hehehe...,” ujar Fahsin sambil terkekeh saat diwawancarai NU Online  belum lama ini. Ia sebut sekolahnya model integratif.

Mungkin membuat anda bertanya-tanya pula, mengapa ada jurusan Pariwisata?. Apakah para santri itu akan bekerja di biro travel yang dekat dengan hura-hura? Atau akan menjadi karyawan amusement di tempat seperti pantai Kuta?

Sangat jauh dari pikiran Anda, yang terjadi justru sebaliknya. Bupati Demak Tafta Zani lah yang meminta Abdul Choliq Mi’roj, anak KH Chumaidi, untuk membuka jurusan itu. Apa maksudnya?

”Dari catatan Pemkab Demak, pengunjung Masjid Agung Demak dan makan Sunan Kalijaga terbanyak kedua di Jateng. Hanya selisih sedikit dari pengunjung Candi Borobudur. Bupati sedih tak bisa mengurus aset itu karena kekurangan ahli parisiwata. Jadi kami diminta membuka jurusan tersebut,” tutur Magister Aqidah Akhlak dari IAIN Walisongo ini. 

Di sebelah pesantren ini ada Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Mranggen yang  merupakan wakaf dari Kiai Chumaidi. Salah satu alumnusnya adalah Wakil Bupati Demak KH Muchammad Asyiq.
   
Mursyid Thoriqoh Kholidiyah

Yang dikenal orang dari pesantren ini tentu bukan sekolah formal yang baru buka setahun tersebut. Tetapi karena pendiri dan pengasuh pondok ini adalah mursyid (guru) thoriqoh (tarekat) yang terkenal. Yakni Kholidiyah Naqsyabandiyah.  

Thoriqoh ini sangat banyak pengikutnya. Jama’ahnya berasal dari berbagai daerah di Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Kiai Chumaidi mewarisi Tanggung jawab mengasuh pesantren dari mertuanya, Kiai Abdul Ghofur bin Kiai Abdul Hadi Giri Kusumo Mranggen. Kiai Abdul Hadi adalah cucu Sunan Pandan Aran II dari ayah Simbah Jago yang makamnya ada di Wringinjajar Mranggen. Kita tahu, Suunan Pandan Aran II yang tak lain Adipati Semarang adalah murid kinasih Sunan Kalijaga.

Selain dua faktor tersebut, Kyai Chumaidi jadi jujugan orang mencari solusi untuk masalahnya. Karena dianggap dekat dengan Gusti Allah, dia sering diminta suwuk oleh para tamunya. Dari minta dioakan agar sakit perutnya sembuh, sampai restu untuk berangkat haji. Ada pula politisi.

Redaktur   : Mukafi Niam
Kontributor: Muhammad Ichwan




Terkait